Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku Belajar Menulis

Aku sangat mengimpikan menulis. Ketika melihat beberapa teman yang menulis sampai menerbitkan karyanya hingga menjadi sebuah buku, rasa takjub pun muncul. Hati kecil ini menjadi  terusik, kapan aku bisa seperti mereka? 

Sebagai seorang guru seharusnya menulis merupakan suatu kebutuhan. Aku selalu menggaungkan literasi pada anak didikku. Aku mengajak mereka belajar mencurahkan apa yang mereka pikirkan dalam bentuk tulisan. 

Tapi apa yang aku lakukan.. aku hanya bisa memerintah tanpa bisa berbuat.. aku tak menulis apapun.. aku tak bisa menjadi teladan yang baik.. Ya Allah betapa kerdilnya diri ini.

Sumber Gambar: https://scopindo.com/mengerti-makna-menulis-bersama-scopindo/


Salah seorang teman guru di sekolahku adalah penulis hebat. Ali Harsojo. Siapa yang tak mengenal nama besarnya. Seorang penggerak literasi dengan beragam karya dan penghargaan. 

Dia selalu mengajak kami rekan-rekan guru untuk menulis.Tapi apalah daya aku masih takut meninggalkan zona nyaman ini. Bukan sekali dua kali dia mendongkrak semangat kami untuk menulis. Dan kami masih saja melempem tanpa aksi nyata. Sampai akhirnya siswa-siswa kelas 5 membuat kumpulan puisi untuk guru. 

Pak Ali meminta para guru untuk membuat puisi juga. Aku mulai tergerak untuk mencoba membuat puisi. Waktu sudah tinggal dua hari lagi dan aku masih belum menulis sebaitpun. Tiba-tiba WA grup berbunyi, ternyata salah seorang teman guru mengirimkan puisi karyanya disusul teman guru yang lain. 

Ya Allah jantung ini berdetak lebih kencang. Keinginan membuat puisi semakin kuat. Aku mulai mencari inspirasi tapi untuk membuat sebuah judul ternyata tidak mudah. Aku menuliskan keresahanku dalam status WA. 

Hal yang telah lama tak kulakukan. Beberapa tahun terakhir ini aku jarang menulis status WA paling-paling hanya mengupload foto disertai emoji. Aku yang dulu suka menulis status dengan kata-kata menarik jadi kebingungan dan kehilangan kata-kata. Ternyata tugas membuat puisi bisa kembali mengasah kemampuanku menulis status. 

Ya dari beberapa status yang kubuat malam itu membuat rasa percaya diriku muncul kembali. Aku pasti bisa membuat puisi. Kubulatkan tekatku untuk berkarya. Akhirnya aku bisa mencurahkan isi hatiku lewat sebuah puisi bertema guru dengan judul Ibu Ariyaningsih. 

Rasa tak percaya diri mulai  menghantui kembali takut karena puisiku tidak bagus. Kuperlihatkan puisiku pada suami dan beliau hanya menjawab bagus. Tapi aku tetap gelisah akhirnya kutelpon adikku yang jauh di kota Malang. Kuminta dia membaca puisiku dan memberikan pendapatnya. 

Adikku langsung berseru ini puisi buat nenek ya.. bagus mbak.. jadi ingat masa-masa di Armed. Ya.. dia memang mengenal sosok ibu Ariyaningsih pada puisiku yang tak lain adalah nenekku yang menjadi guru SDku. Pendapat adik membuatku percaya diri. Meskipun puisiku tak puitis seperti puisi teman-teman guru yang lain tapi aku sangat bersyukur dan bahagia bisa menuangkan kerinduanku tentang masa-masa sekolah dalam sebuah puisi. 

Akhirnya kukirim puisi karyaku lewat grup WA sekolah dengan penuh kebanggaan. Bukan bangga pada puisiku yang bagus karena kutahu memang tak sebagus yang lain. Tapi bangga karena bisa membuat puisi khusus untuk nenekku yang akan kupersembahkan pada hari guru. 

Terima kasih teman-teman berkat kalian aku bisa menulis.

Penulis: Ira A.

Post a Comment for "Aku Belajar Menulis"