INDONESIA PALING BAHAGIA
Ada berita gembira dari hasil PISA 2012.
Siswa Indonesia menempati peringkat kesatu dalam kriteria merasa paling
bahagia berada di sekolah dan mampu bersahabat. Apa yang bisa kita
petik dari berita gembira ini?
Di balik berita gembira ini, ada satu fakta kontras. Meskipun paling
bahagia, dan paling bisa bersahabat, siswa Indonesia ternyata tidak
banyak belajar di sekolah. Indonesia tetap saja menduduki peringkat ke-2
dari bawah di antara 65 peserta Programme for International Student
Assessment (PISA) yang mengikuti penilaian internasional di bidang
Matematika, membaca, dan sains. Indonesia berada di bawah Qatar dan di
atas Peru.Kontras kedua adalah kenyataan
bahwa tetangga dekat kita, Singapura, berada di peringkat ke-2 terbaik!
Berkebalikan dengan Indonesia: di dua terbawah. Singapura adalah
satu-satunya keajaiban di PISA 2012 karena perubahan kualitas pendidikan
dari tahun ke tahun paling tinggi, yaitu 3,3 poin, sedangkan Indonesia
-1,9.
Kontras ketiga adalah sebuah ironi bahwa pemerintah kita, demi
meningkatkan kualitas pendidikan, berusaha mencontoh yang terjadi di
Finlandia. Finlandia sudah bukan lagi merupakan keajaiban! Ia terjungkal
di posisi ke-12. Posisi lima besar, selain Singapura, justru diisi
prestasi dari ”Negeri Tirai Bambu”, China, yaitu China, Hongkong,
Taiwan, dan Makau, serta Korea. Keajaiban tersebut ada di Singapura,
Korea, dan ”Negeri Tirai Bambu”!
Faktor Matematika
Penyelenggara PISA 2012 secara umum menyimpulkan bahwa prestasi siswa
di bidang Matematika sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan
bangsa, baik itu dalam peningkatan kualitas pendidikan maupun dalam
partisipasi politik. Meningkatnya kemampuan Matematika seiring dengan
bertumbuhnya rasa percaya diri, rasa kepemilikan akan masa depan sebagai
pelaku perubahan. Faktor Matematika menjadi prediktor perubahan sosial
dan ekonomi bangsa.
Kenyataan bahwa siswa Indonesia merasa paling bahagia, juga paling
mudah bersahabat, tetapi tetap terpuruk prestasi akademisnya menunjukkan
bahwa sistem pendidikan kita telah gagal melahirkan individu
pembelajar. Semangat Kurikulum 2013, yang diterapkan tanpa memperhatikan
beragam prasyarat, seperti kemampuan guru, dukungan sarana dan
prasarana, sistem kebijakan evaluasi pendidikan yang konsisten, serta
sistem perbukuan yang demokratis dan transparan, hanya akan membuat guru
dan siswa bersenang-senang di sekolah. Namun, siswa tak belajar!
Siswa Indonesia yang menjadi peserta PISA 2012 adalah produk
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dari sisi ini, KTSP sudah
berhasil membuat siswa merasa senang berada di sekolah. Bahkan,
kemampuan sosial anak-anak Indonesia dalam menjalin persahabatan paling
tinggi di antara siswa peserta PISA. Meskipun baik, KTSP telah gagal
melahirkan siswa sebagai pembelajar yang bernalar.
Sekarang datang Kurikulum 2013 yang berpretensi melengkapi yang
kurang dalam KTSP. Apakah Kurikulum 2013 dapat mendongkrak prestasi
Indonesia di PISA?
Jawabannya: Tidak! Mengapa? Selain penerapannya dipaksakan, Kurikulum
2013 tidak matang, di sana-sini masih banyak kekurangan dan kekacauan.
Kelemahan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan pada persoalan
visi dan implementasi visi dalam dunia pendidikan, terutama dalam
pembelajaran di sekolah.
Sudah banyak yang mengkritik Kurikulum 2013, terutama terkait dengan
gagasan kompetensi, baik itu Kompetensi Inti ataupun Kompetensi Dasar.
Kompetensi dalam Kurikulum 2013 banyak mengandung unsur
ketidakmasukakalan yang sulit dievaluasi dan dinilai.
Spiritualisme dangkal
Bahkan, kecenderungan seluruh kompetensi diarahkan pada bentuk-bentuk
kerohanian dan keagamaan, membuat kita jatuh dalam spiritualisme
pendidikan yang dangkal. Kurikulum Jalan ke Surga, itulah seloroh yang
selama ini muncul tentang Kurikulum 2013.
China adalah negara komunis. Singapura adalah negara sekuler yang
plural. Mereka semua menjadi jawara dalam PISA karena mengutamakan
proses belajar! Bukan berdoa!
Kurikulum 2013 yang gelojoh kerohanian akan mematikan fungsi kritis
dan logika nalar individu. Matinya daya kritis akan semakin mudah
menyemai benih kekerasan atas nama agama dan perbedaan melalui proses
indoktrinasi terstruktur. Gejala ini sudah kita lihat terjadi di
masyarakat. Masyarakat kita gemar menghunus pedang dan menghancurkan
mereka yang berbeda atas nama agama!
Berpikir kritis muncul apabila logika bertumbuh. Logika bertumbuh
apabila siswa diajak berpikir lurus dan benar melalui ketaatan pada alur
pikir. Dalam pembelajaran Matematika, yang paling penting adalah
keteguhan sikap. Siswa diajak mempertahankan
pendapatnya apabila ia yakin pendapatnya benar, dan berani mengubahnya apabila keliru.
pendapatnya apabila ia yakin pendapatnya benar, dan berani mengubahnya apabila keliru.
Inilah nilai integritas yang diperoleh dari belajar Matematika.
Pembelajaran Matematika yang benar menghasilkan individu yang kritis,
terbuka, dan berintegritas. Tak mengherankan apabila panitia PISA
menyimpulkan: penguasaan pengetahuan Matematika menjadi dasar
meningkatnya peringkat pendidikan di beberapa negara.
Bangsa ini sudah kehilangan logika nalar, cenderung berpikir
separatis, dan eksklusif. Cara berpikir kebangsaan yang terbuka dan
kritis semakin jauh dari lingkungan pendidikan dan pembelajaran kita.
Bhinneka Tunggal Ika hanya menjadi sekadar pita yang tertempel di
suvenir Garuda. Kita sibuk mengurusi tampilan luar, mengatur model baju,
seragam sekolah, dan lain-lain, tetapi lupa bahwa pengalaman belajarlah
yang paling penting harus terjadi di sekolah.
Menjadi juara sebagai siswa paling bahagia berada di sekolah dan
bersahabat mestinya tak membuat kita senang. Kita harus lihat bahwa
tetap bertenggernya Indonesia di barisan paling belakang di antara para
siswa lain menunjukkan betapa pengalaman belajar itu tidak terjadi di
sekolah-sekolah kita. Spiritualisme pendidikan yang dangkal akan menjadi
beban bagi bangsa ini untuk naik kelas dalam peringkat PISA.
Doni Koesoema A, Pemerhati Pendidikan
Post a Comment for "INDONESIA PALING BAHAGIA"
Komentar/ informasi anda sangat kami butuhkan