KEBUDAYAAN SUMENEP DALAM SUDUT PANDANG MATA PENCAHARIAN
KEBUDAYAAN SUMENEP DALAM SUDUT PANDANG MATA PENCAHARIAN
Indonesia merupakan salah satu negara agraris. Dimana sebagian besar
penduduknya mencari penghasilan tergantung dengan keadaan alam
sekitarnya. Pulau Madura yang termasuk salah satu dari ribuan pulau di
Indonesia juga memilki kebiasaan tersebut, yakni bergantung pada keadaan
alam disekitarnya.
Masyarakat Madura sebagian besar bermata pencaharian petani atau
nelayan. Para petani biasanya saat musim penghujan (nembara’) menanam
padi di sawah mereka. Sedang pada saat kemarau (nemor) biasanya lebih
banyak orang yang menanam tembakau. Walaupun begitu ada masyarakat yang
menanam jagung, kacang tanah, dll. Pada saat ini pun, masih banyak
masyarakat madura yang bermata pencaharian petani atau nelayan, terutama
pada masyarakat pedesaan. Bahkan, masih banyak masyarakat yang telah
jadi pegawai negeri atau pengusaha, jika masih memiliki
tanah sawah mereka akan menyewakan tanah tersebut untuk orang lain agar
sawahnya digarap, kemudian hasil panennya di bagi (bagi hasil). Mata
pencaharian yang lain adalah menjadi petani garam. Yah,,, Madura kan
terkenal dengan Pulau garam karena salah satu penghasil garam terbesar
di negara Indonesia ini.
Dari mata pencaharian seperti inilah masyarakat Madura memenuhi
kehidupannya. Dari mata pencaharian ini pula, masyarakat Madura,
terutama di Sumenep, menghasilakan kebudayaan, yang belum tentu ada di
daerah lainnya. Kebudayaan berasal dari kebiasaan. Kebiasaan masyarakat
dulu yang percaya akan rahmat dari Tuhan yang telah memberikan dan
menyediakan alam ini untuk digarap dan menghasilakn sesuatu yang
dibutuhkan oleh manusia, menyebabkan masyarakat melakukan ritual
untukmensyukuri akan hali tersebut. Masyarakat di sumenep melakukan
ritual “Petik Laut” atau juga dikenal dengan “Rokat Tase’”s ebagai tanda
mensyukuri rahmat Tuhan YME.
Tradisi ” Rokat Tase’ ” atau “Petik Laut”dilakukan untuk mensyukuri
karunia serta nikmat yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta yaitu Allah
SWT. Dan juga agar diberikan keselamatan dan kelancaran rezeki dalam
bekerja. Ritual atau tradisi tersebut, biasanya dimulai dengan acara
pembacaan istighotsah dan tahlil bersama oleh masyarakat yang dipimpin
oleh pemuka agama setempat.Setelah itu, masyarakat melepaskan sesaji ke
laut sebagai rasa ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun isi
dari sesaji itu adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng,
ikan-ikan, dan lain sebagainya. Ritual atau tradisi tersebut disebut ”
Rokat Tase’ ” oleh penduduk setempat atau disebut juga denann istilah
“petik laut”
Tradisi ini mungkin berasal dari tradisi sebelum masuknya Islam,
yakni saat ajaran Hindu-Budha masih menjadi menjadi ajaran agama yang
paling banyak dianut. Ketika Islam mulai masuk ke Madura, kebudayaan
yang berasal dari kebudayaan hindu-Budha tidaklah dihapus secara
keseluruhan. Tetapi pada saat itu terjadi pencampuran kebudayaan yang
berasal dari ajaran Hindu-Budha dengan ajaran Islam. Pada saat itu
mungkin “Petik Laut”atau “Rokat Tase’” dilakukan karena kepercayaan
terhadap dewa-dewa, namun saat ini berdasarkan kepercayaan terhadap
Allah SWT.
Selain itu, masyarakat Madura biasanya melakukan selamatan dengan
para tetangganya setelah melakukan panen. Hal ini dilakukan biasanya
untuk membagi rezeki yang diperolehnya, selain itu juga agar mendapat
rahmat dan berkah dari do’a para undangan.
Kebudayan daerah akhir-akhir ini mulai ditingglakan. Walaupun begitu,
masih ada sebagian masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yan tetap
melakukan ritual dan kebiasaan tersebut. Kebudayaan biasanya banyak
ditinggalkan oleh masyarakat kota yang biasanya bersifat individualisma.
Padahal, dengan adanya acara kebudayaan-kebudayaan tersebut akan
menciptakan rasa kebersamaan, saling menghargai, tolong-menolang, dll.
Post a Comment for "KEBUDAYAAN SUMENEP DALAM SUDUT PANDANG MATA PENCAHARIAN"
Komentar/ informasi anda sangat kami butuhkan