Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Apresiasi Puisi



Apresiasi Puisi
Ali Harsojo, M.Pd.
Guru SDN Pajagalan 2 Kota Sumenep

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Rasional
Indonesia sebagai negara yang kompleks dengan beragam budaya merupakan tempat lahirnya berbagai macam kebudayaan yang berbeda-beda yang memperkaya perbendaharaan kultur dan menjadi identitas bangsa. Kebudayaan yang ada merupakan hasil karya masyarakat bangsa yang patut dilestarikan. Dalam bidang kesenian, banyak lahir beragam seni yang dapat dinikmati, seni lukis, seni tari, seni pahat dan lain sebagainya. Dalam konteks bahasa Indonesia sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk bahasa Indonesia, khususnya kesastraan, menjadi sumber penting yang banyak melahirkan karya seni sastra yang dihasilkan oleh para sastrawan bangsa ini. Mereka berupaya menciptakan seindah mungkin sebuah karya yang dapat dinikmati oleh penikmat keindahan sastra.  Maka salah satu upaya mengekalkan sastra tersebut diwajibkannya sastra untuk dipelajari pada lembaga pendidikan dasar, menengah dan tinggi dalam pembelajaran dan jurusan Bahasa Indonesia.
Namun demikian, pengajaran sastra terutama dalam apresiasi puisi di sekolah pada berbagai jenjang masih dihadapkan pada masalah sedikitnya porsi materi dan alokasi waktu pembelajarannya. Kondisi ini menciptakan pendidikan dalam hal pengenalan sastra dengan mengindahkan latar belakang proses penciptaan karya sastra, sangatlah rendah dan  kurang mendapatkan perhatian (Rosidi, 1976: 115). Belum lagi masalah sumber sastra yang bermutu bagi sekolah-sekolah daerah atau sekolah swasta yang kekurangan dana, juga menghambat kegiatan ekstrakurikuler sastra. Guru dan siswa menjadi kurang wawasan tentang perkembangan sastra. Akhirnya kegiatannya dilakukan seadanya (Rahmanto, 1989: 16).
Kegiatan ekstrakurikuler sastra di sekolah jarang sekali dilakukan oleh guru, atau bahkan mungkin memang belum tersentuh oleh benak guru bahwa sastra merupakan bagian dari bahasa Indonesia. Sebagian  guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang menyukai sastra. Padahal, pada saatnya para guru ini dihadapkan pada kurikulum sastra yang mau tidak mau, mampu atau tidak mampu harus diajarkan kepada anak didiknya. Kondisi ini sangat tidak mendukung pada pendidikan sastra yang maksimal.

Maka dari itu sebagai bentuk penghargaan terhadap karya sastra, khususnya puisi, yang ditampakkan dalam bentuk apresiasi puisi, merupakan salah satu yang harus dapat diwujudkan melalui kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Pada aspek menulis puisi sebagai bagian dalam mengekspresikan karya yang diminati dalam bentuk penulisan yang kreatif, merupakan sasaran utama dan pokok yang perlu dicapai dalam pembelajaran sastra (Depdiknas, 2003: 5).
Pada satuan pendidikan sekolah dasar, pembinaan dan pengembangan sastra khususnya penulisan puisi bagi peserta didik cukup memprihatinkan. Pada jenjeng SMP, SMA menulis puisi sseharusnya menjadi suatu kewajiban, dan pada lembaga perguruan tinggi apresiasi sastra (utamanya puisi) menjadi wajib tidak hanya mengapresiasi puisis saja. Akan tetapi lebih dari itu harus dapat menciptakan puisi, menganalisis puisi dan mampu memberikan interpretasi terhadap puisi tersebut. Atau bahkan sekaligus menjadi sastrawan handal yang dapat menambah koleksi beragamnya karya sastra ini.
     Berdasarkan gambaran dan kenyataan di atas, maka kita mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melestarikan sastra itu melalui berbuat banyak bagi kelestarian dan perkembangan sastra di Indonesia ini.
B.     Berdasarkan rsional diatas, maka dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan beberapa hal, yaitu:
  1. Apakah pengertian apresisiasi puisi sebagai karya sastra?
  2. Bagaimana pembelajaran puisi di sekolah ?
C.     Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
  1. Untuk mengetahui pengertian apresiasi puisi sebagai karya sastra.
  2. Untuk mengetahui pembelajaran puisi di sekolah.

D.    Adapaun manfaat yang dapat diambil antara lain:
  1. Bagi Mahasiswa, sebagai kajian untuk lebih introspeksi diri untuk lebih menghargai karya sastra dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam menulis.
  2. Bagi Dosen, sebagai in put untuk bahan telaahan pada tingkat apresiasi mahasiswa terhadap karya sastra, khhusunya puisi. Selain itu juga sebagai koreksi untuk lebih mempertajam kualitaas pembelajaran mata kuliah apresiasi pusi dan prosa fiksi.
           






















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Apresiasi Puisi
1.         Pengertian Apresiasi Puisi
Kita akan dapat memahami apresiasi puisi dengan utuh apabila kita dapat memahami maknanya. Kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciation yang berarti pemahaman dan pengenalan yang tepat; pertimbangan dan penilaian serta pernyataan yang memberikan penilailan (Hornby, 1987: 37). Sedangkan menurut Echols & Shadily (1982: 35) berarti penghargaan dan pengertian. Dan  apresiasi berasal pula dari  bahasa Latin pretium yang berarti price atau harga. Apresiasi puisi adalah memahami, mengenal, mempertimbangkan dan menilai secaras, tepat serta memberikan penghargaan dan pengertian secara tepat pula terhadap puisi. Dilain pihak apresiasi diartikan secara harfiah sebagai penghargaan terhadap karya puisi (Tjahjono, 2000: 10).
Menghargai puisi berarti memandang puisi sebagai sesuatu yang bernilai, bukan sesuatu yang tiada berguna. Bahkan, aktivitas menghargai tersebut identik dengan aktivitas mencintai. Penghargaan yang tinggi terhadap puisi membuat seseorang tidak membenci puisi bahkan ia akan menjadi pemburu puisi.
Dalam rangkaian kegiatan apresiasi puisi, menghargai puisi merupakan faktor yang paling tinggi. Sebelum seseorang sampai pada tahap menghargai, dia harus melalui faktor mengenali, menikamati, dan memahami. Dengan bekal pengetahuannya tentang puisi, seseorang mengambil keputusan terhadap puisi yang dihadapinya untuk dikenali lebih dalam. Keputusan  didasarkan atas ketertarikan terhadap puisi tersebut karena alasan keunikan, kalangkaan, ketepatannya dalam menyentuh perasaannya, atau karena puisi itu karya penyair terkenal.
Tak mungkin  menghargai sebelum mengenali. Aktivitas mengenali puisi yang paling sederhana ialah membaca puisi, misanya dari buku kumpulan puisi, majalah, surat kabar, buletin atau media sekolah seperti majalah sekolah atau majalah dinding. Pengenalan puisi melalui kegiatan membaca dapat dilakukan secara sepintas, harfiah, atau secara serius secara mendalam menuju arti yang tersirat.
Puisi dapat dikenali dari bentuk seperti yang terwujud dalam larik, bait, persajakan, dan iramanya. Dapat juga pengenalan puisi dengan cara mengenali pengarangnya, karena setiap penyair memiliki ciri khas tersendiri seperti yang dimiliki Ws. Rendra, Chairil Anwar, Sutardji CS, bahkan Tengsoe Tjahjono.
Pada tahap menikmati puisi, penikmat sudah melibatkan jiwa dalam merasakan keindahan puisi. Penikmat berada pada wilayah penghayatan puisi pada tingkat awal. Penghayatan di tahap ini lebih banyak melibatkan emosi tentang rasa yang ditimbulkan dari imajinasi penyair melalui pilihan katanya. Menurut Ambary, (1999: 6), mengapresiasi puisi yang sungguh-sungguh dalam benak siswa  terbayang sejumlah objek atau gambaran-gambaran sesuatu yang ada hubungannya dengan berbagai indera, baik indera peraba, pendengar, penglihat, pencium, pengecap atau yang ada hubungannya dengan gerakan atau asosiasi pikiran.
Gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya itulah yang dinamakan citraan puisi. Dari citraan itu dihasilkan indera penglihat,  maka dinamakan citra penglihat, bila dihasilkan dari indera pendengar dinamakan citraan pendengar dan sebagainya.
Puisi berhasil dinikmati kalau penikmat terbawa dalam situasi pemahaman. Pemahaman tersebut meliputi pemahaman terhadap bentuk maupun isi puisi. Bahasa puisi amatlah khas, sebuah komunikasi melingkar yang tidak mudah dipahami dengan bahasa sehari-hari. Dengan demikian,  diperlukan pemahaman khusus terhadap makna yang terkandung dalam sebuah puisi.

2.         Ruang Lingkup dan Tingkatan Apresiasi Puisi
Ruang lingkup apresiasi puisi mencakup  kegiatan yang dilakukan seseorang, baik kegiatan mental atau kegiatan fisik dalam merespon sesuatu. Seseorang melakukan kontak dengan sesuatu itu sehingga ada efek, ada resepsi, dan ada persepsi terhadap sesuatu itu. Bila sesuatu itu adalah sajak maka kegiatan yang dilakukan adalah melakukan kontak dengan sajak (membaca, memahami dan menghayatinya). Setelah melakukan kontak, seseorang itu merespon sajak tersebut. Mungkin respon itu dalam bentuk tanggapan-tanggapan, mungkin dalam bentuk pemahaman, mungkin dalam bentuk penerimaan atau bentuk lainnya.
Kedua, apresiasi puisi merupakan kegiatan memberikan pertimbangan terhadap puisi yang diapresiasi dengan pertimbangan terimplisit unsur penilaian. Disadari atau tidak, orang yang melakukan kontak dengan sajak tidak dapat melepaskan diri dari proses penilaian. Seolah-olah tindak penilaian itu telah menyatu dengan tindak merespons sajak. Ia akan memberikan penilaian baik – tidak baik, kurang baik – lebih baik – sangat baik – tidak baik, dan lain-lain.
Ketiga, kegiatan merespon dan menilai puisi itu tidak dapat dilakukan kalau seseorang tidak mempunyai kemampuan apresiasi, betapa pun relatifnya.  Hanya orang yang mempunyai apresiasi senilah yang mampu mengapresiasi seni; orang yang mempunyai apresiasi sastralah yang mampu melakukan apresiasi sastra; dan orang yang mempunyai apresiasi puisi yang dapat merespon dan menilai puisi. Sebagai konsekuensinya, apresiasi seseorang tidak sama dengan apresiasi orang lain karena merespon dan menilai adalah dua kegiatan yang sifatnya sangat pribadi.
Apresiasi puisi seseorang tidak mungkin langsung tinggi atau luas, melainkan berangsur-angsur dari taraf yang rendah sampai ke taraf yang paling tinggi; dari yang sangat sempit sampai ke taraf yang paling luas. Kalau begitu, tentu tingkat apresiasi itu dapat meningkat atau ditingkatkan; dapat meluas atau diperluas.
Apresiasi dapat ditingkatkan melalui kegiatan pembacaan terhadap sajak sebanyak mungkin. Kesediaan untuk terus-menerus membaca sajak adalah salah satu cara untuk meningkatkan apresiasi terhadap sajak. Disamping itu, menambah pengetahuan tentang ilmu sastra dan membin sikap positif terhadap karya sastra atau sajak khususnya juga sangat membantu dalam upaya meningkatkan apresiasi ( Atmazaki, 1993: 135 ).
Tingkatan apresiasi, terutama dalam puisi  diawali tingkat penikmatan: bersifat penonton, merasakan senang yang sifatnya sama dengan perasaan senang di saat dipuji atau menerima pemberian yang tak diduga-duga dari pihak lain.
 Tindak operasionalnya seperti menonton pembacaan puisi dengan bahasanya yang tidak dipahami; mendengar pembacaan puisi yang tidak tahu arti kata-katanya; mendengarkan pembacaan puisi dari penyair  populer yang menimbulkan nikmat dan kesenangan tersendiri.
Tingkat penghargaan. Bersifat pemilikan dan kekaguman pada suatu puisi. Pada tingkat pertama dipengaruhi, tetapi pada tingkat kedua ini, mulai aktif. Dulu dipuji, sekarang memuji. Dulu sifatnya menonton, sekarang bersifat ingin memiliki atau memilikinya, ingin membeli atau membelilnya.
Tingkat operasionalnya seperti melihat kebaikan, nilai, gunanya; mendengarkan baik-baik dan menimbulkan apa yang dilihat; mengambil suatu manfaat; merasakan suatu pengaruh yang menyusup ke dalam jiwa; mengagumi dan timbul nafsu untuk memiliki, menguasai puisi.
Tingkat pemahaman, bersifat studi, mencari pengertian, apa sebenarnya yang dihadapi itu. Mencari sebab dan akibat. Tindak opoerasionalnya: mencari produk seni puisi  yang menarik; melakukan apresiasi dengan memisahkan unsur ekstrinsik dan instrinsik dari produk puisi; menyelidiki unsur-unsur ekstrinsik pengaruh luar; menyelidiki unsur-unsur ekstrinsik yang terdapat dalam produk seni budaya itu; menyelidiki unsur intrinsik; dan menganalisa dan menyimpulkan.
Tingkat penghayatan, meyakini apa dan bagaimana hakikat penciptaan puisi. Tindak operasionalnya: membuat analisa lanjut, mengungkapkan nilai pandangan; mencari hakikat arti materi dengan argumentasinya; melakukan paraphrase dan tafsiran; menyusun pendapat berdasarkan.
Tingkat implikasi, bersifat makrifat, memperoleh daya tepat guna, bagaimana dan untuk apa puisi. Tindak operasionalnya: merasakan manfaat yang tiada terhingga; melahirkan ide baru; mengamalkan penemuan, ceramah, diskusi, seminar; membina; memperoleh daya improvisasi berdasar  produk puisi; afeksi ilmiah; mendayagunakan hasil apresiasi dalam mencapai nilai material, moral, maupun spiritual untuk kepentingan sosial, politik, budaya  (Natawidjaja, 1982: 2-4).
Adapun kegiatan apresiasi puisi tidak terbatas pada kegiatan menganalisis puisi. Terdapat empat kegiatan penting dalam apresiasi puisi yaitu: kegiatan reseptif, kegiatan produktif, kegiatan performansi, dan kegiatan dokumentasi (Tjahjono, 2000: 12).
Apa yang dimaksud dengan kegiatan reseptif adalah aktivitas penerimaan. Artinya, dalam kegiatan ini kita dalam posisi sebagai pembaca teks puisi yang berusaha memahami makna pesan dan keindahan yang terdapat dalam puisi itu. Kegiatan resptif seringkali bersifat analitis. Pembaca diajak untuk memahami simbol-simbol bahasa, larik, dan bait, serta tipografi puisi tersebut dan sebagainya dalam rangka memaknai puisi tersebut. Bahkan dapat pula disebut kegiatan interpretatif karena memahami makna puisi melalui aktivitas menafsirkan simbol–simbol, tipografi, dan sebagainya.
Kegiatan produktif merupakan kegiatan penciptaan puisi yang dilakukan sendiri oleh apresiator. Dalam hal ini kita diajak mengalami sendiri bagaimana, suka duka menulis puisi. Tetapi puisi sebagai suatu organisme tentu memiliki ciri-ciri individual tertentu yang bisa kita amati dan kita pelajari. Dari ciri-ciri itulah kita belajar menulis puisi.
Kegiatan performansi berarti kegiatan menampilkan puisi di depan publik. Penampilan ini biasanya melalui pertunjukan atau pembacaan. Kegiatan performansi merupakan kegiatan penafsiran juga dalam rangka merebut makna puisi. Kegiatan tersebut juga mampu memperpendek jarak antara kegelapan puisi dan kegamangan masyarakat pembaca.
Kegiatan apresiasi yang terakhir ialah kegiatan dokumentatif. Kegiatan tersebut berupa aktivitas menyimpan buku-buku puisi dan segala buku yang bersangkut paut dengan puisi, kliping, rekaman pembacaan, CD puisi, atau akses internet puisi. Kegiatan tersebut tentu saja menunjang ketiga kegiatan sebelumnya.
3.         Karakteristik Puisi
Pada dasarnya puisi dibangun dengan beberapa unsur mela­lui proses impresi hingga ekspresi dengan bahasa yang padat dan memperhatikan faktor estetis. Menurut Ambary, dkk (1999: 94) karakteristik puisi yang baik me­miliki kandungan unsur intrinsik antara lain:
Pertama, Tema. Tema adalah ide atau gagasan pokok yang dikembangkan penyair dalam karangannya. Para penikmat mungkin saja mempunyai tang­gapan yang berbeda terhadap makna puisi tersebut. Hal ini wa­jar karena sifat dan jenis puisi tidak dapat ditebak secara pasti. Jawaban atau penafsiran makna suatu puisi yang tepat mungkin saja lebih dari satu makna.
Jenis tema yang umumnya dimiliki oleh puisi‑puisi Indonesia antara lain tema ketuhanan atau moral; tema nasionalisme; tema kejujuran; tema didaktis; tema kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan; tema keindahan alam.
Kedua, Perasaan (feeling). pengungkapan pengalaman batin yang erat kaitannya dengan perasaan penyair itu sendiri. Karena itu pengungkapan tema yang sama bisa berbeda antara sesama penyair. Perasaan penyair itu mendorong memilih kata‑kata ungkapan tertentu untuk mengungkapkan suasana batinnya.
Ketiga, Amanat (intention). Amanat adalah maksud, tujuan atau pesan yang hendak disampaikan oleh penyair kepada pembacanya. Amanat penyair itu tersirat di balik kata‑kata dan tema, yang diungkapkannya. Tafsiran pembaca terhadap amanat yang terkandung da­lam puisi mungkin bermacam‑macam karena amanat itu bersifat subjektif dan tersirat dalam bahasa yang penuh kiasan. Akan tetapi, perbedaan tafsiran itu dapat dipersempit apabila pembaca berusaha memahami dasar‑dasar pandangan, falsafah hidup dan aliran penyairnya.
Keempat, Majas. Majas adalah bahasa kias untuk menjelaskan gagasan‑gagasan yang menimbulkan keindahan sastra. Majas merupakan bahasa yang sifatnya konotatif yang mengandung makna ganda, makna sampingan, makna sekunder. Jesis dan pembagian majas dibedakan menurut hubungannya dengan maknanya.
Kelima, Rima. Rima meruakan unsur puisi yang berupa penyesuaian bunyi atau persamaan bunyi dalan suatu puisi. Pembagian jenis rima, dibedakan menurut hubungan antar larik atau baris.
Keenam, Irama. Irama merupakan keindahan atau unsur estetis yang timbul karena pengula­ngan dan variasi bunyi pertentangan suara, cepat‑lambat, keras lembut atau tinggi‑rendahnya secara teratur. Irama suatu puisi  terasa jelas bila puisi tersebut dideklamasikan siswa. Menurut Tjahjono (2000: 7), puisi itu ungkapan pikir dan rasa yang padat dan berirama, dalam bentuk larik dan bait dengan menggunakan bahasa indah dalam koridor estetika.

B.       Pembelajaran Puisi  di Sekolah
Pembelajaran sastra, khususnya puisi memerlukan kese­imbangan aspek kognitif dan afektif. Dengan pembelajaran puisi yang baik, berbagai potensi siswa dapat dikembangkan (Sumardi, 2000:38). Sejak diluncurkannya GBPP (Garis‑Garis Besar Program Penga­jaran) kurikulum 1994, pelajaran sastra termasuk puisi mendapat bobot yang seim­bang dengan pelajaran bahasa dalam konteks pelajaran Bahasa Indo­nesia. Alasannya antara lain:
1.      teks sastra dapat digunakan sebagai bahan baku pelajaran empat keterampilam berbahasa (membaca, menulis, menyimak, dan berbicara).
2.      pelajaran sastra yang baik dapat menjadi bumbu atau daya pikat pelajaran bahasa yang sering membosankan dan diremehkan.
Kesalahan masa lalu pada pelajaran bahasa yang tidak boleh terulang adalah pendidikan kita terlalu menekankan aspek, kognitif dan kurang memberikan perhatian pada aspek afektif dan psikomotor. Bentuknya adalah pengajaran bahasa dan sastra lebih menekankan pada pengetahuan struktur bahasa dan sejarah sastra. Siswa hafal nama-nama pengarang puisi dan judulnya tetapi tidak memiliki hobi membaca puisi dan tidak mampu memetik nilai‑nilai kearifan yang ada di dalamnya.
Hikmah dan arti kondisi pengajaran sastra terutama puisi yang memprihatinkan itu diperlukan terobosam baru atau inovasi untuk memperbaikinya. Inovasi pengajaran sastra terutama puisi memerlukan bobot pada aspek afektif sehingga dapat memberi keseimbangan pada aspek kognitif yang berlebihan itu.
Istilah yang menarik dan memberikan manfaat bagi pengajaran puisi yang maksimal adalah pembelajaran apresiasi puisi bukan pembelajaran puisi.  Penggunaan intilah “apresiasi” yang berarti menikmati, menghayati, memetik kearifan dan menghargai menjadi ciri esensial pembaruan pembelajaram sastra. Ciri esensial ini harus di­pegang oleh guru bahasa. Di sini kendala pertama pembelajaran apre­siasi sastra muncul. Sebagian guru kurang percaya diri.
Guru yang kurang percaya diri beranggapan bahwa pembelajaran sastra itu sulit. Karya sastra seperti puisi adalah “karya seni”. Karena itu untuk mengajarkan karya seni haruslah punya “bakat seni”. Kendala inilah merupakan kendala terberat pembaruan pembelajaran apresiasi sastra.
Kendala kedua berasal dari siswa. Sebagai korban dari pengaja­ran sastra yang tradisional yang membebani tugas hafalan sebagian besar siswa belum pernah menikmati dan memetik kesenangan dari membaca karya sastra. Wajarlah kalau siswa kurang minat terhadap pela­jaran apresiasi sastra karena mereka belum pernah menikmati memba­ca karya sastra sebagai sarana rekreatif.
Kendala ketiga adalah terbatasnya sarana pembelajaran sastra. Sarana utama pembelajaran apresiasi sastra adalah karya sastra yang unggul sesuai dengan minat dan kematangan siswa. Sudah menjadi raha­sia umum bahwa perpustakaam sekolah dewasa ini sangat memprihatinkan. Koleksi karya mastra yang unggul sangat langka dan terbatas. Lagi pula pembelajaran sastra dengan menggunakan sarana perpustakaan sekolah hanya mengandung aspek kegiatan reseptif (menerima) tanpa ada respon nyata yang interaktif. Hal ini sangat merugikan daya ekspresi aktif yang produktif sebagai proses apresiasi sastra.
Perkembangan bahasa dan sastra anak sangat tergantung pada kemampuan anak dalam mengamati dan mengekspresikan diri tentang apa saja yang terlintas (Sudono.1999:10). Bila guru penuh perha­tian dan penuh ide baru pastilah anak akan menambah wawasan di­rinya.
Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengamati, mengekspresikan dan menambah wawasannya maka perlu adanya pembelajaran yang  mendukungnya.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan. Diantaranya adalah ketrampilan membelajarkan atau ketrampilan mengajar. (Dr. E. Mulyasa, M.Pd, 2005: 69)
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi  bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungannya. 
Berkaitan dengan pendekatan lingkungan, UNESCO (1980) mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik untuk kepentingan pembelajaran :
    1. Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, biologi, sosio ekonomi dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik.
    2. Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
    3. Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara :
a.       Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode karyawisata, metode pemberian tugas dan lain-lain.
b.       Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti nara sumber, bisa juga sumber tiruan, seperti model dan gambar.
Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mendayagunakannya dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan tema dan lingkungan yang akan didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan peserta didik.






BAB V
PENUTUP

A.  Simpulan
Dari data dan analisis data dalam penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Apresiasi puisi adalah memahami, mengenal, mempertimbangkan dan menilai secaras, tepat serta memberikan penghargaan dan pengertian secara tepat pula terhadap puisi. Dilain pihak apresiasi diartikan secara harfiah sebagai penghargaan terhadap karya puisi (Tjahjono, 2000: 10).
  2. Tingkatan apresiasi, terutama dalam puisi adalah sebagai  berikut:
a.       Tingkat penikmatan: bersifat penonton, merasakan senang yang sifatnya sama dengan perasaan senang di saat dipuji atau menerima pemberian yang tak diduga-duga dari pihak lain.
b.      Tingkat penghargaan. Bersifat pemilikan dan kekaguman pada suatu puisi.
c.       Tingkat pemahaman, bersifat studi, mencari pengertian, apa sebenarnya yang dihadapi itu.
d.      Tingkat penghayatan, meyakini apa dan bagaimana hakikat penciptaan puisi.
e.       Tingkat implikasi, bersifat makrifat, memperoleh daya tepat guna, bagaimana dan untuk apa puisi.
  1. Karakteristik Puisi
a.       Tema. Tema adalah ide atau gagasan pokok yang dikembangkan penyair dalam karangannya.
b.      Perasaan (feeling). pengungkapan pengalaman batin yang erat kaitannya dengan perasaan penyair itu sendiri.
c.       Amanat (intention). Amanat adalah maksud, tujuan atau pesan yang hendak disampaikan oleh penyair kepada pembacanya.
d.      Majas. Majas adalah bahasa kias untuk menjelaskan gagasan‑gagasan yang menimbulkan keindahan sastra.
e.       Rima. Rima meruakan unsur puisi yang berupa penyesuaian bunyi atau persamaan bunyi dalan suatu puisi.
f.       Irama. Irama merupakan keindahan atau unsur estetis yang timbul karena pengula­ngan dan variasi bunyi pertentangan suara, cepat‑lambat, keras lembut atau tinggi‑rendahnya secara teratur.

B.     SARAN
a.       Dalam upaya mengapresiasi puisi agar secara cermat memperhatikan tingkatan apresiasi dan karateristik puisi, karena kan menentukan arah makna dari apresiasi itu sendiri.
b.      Memperbanyak membaca secara berulang-ulang agar memaami dan menghayati pesan dan makna dari puisi tersebut.

















DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP SLTP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.    
Djoko Pradopo, Racmad. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita.
J. Herman. Wahnyo. 1993 Teori dan Apresiasi Puisi.  Jakarta : Erlangga.
Suratna. 2001.  Pengantar Sasrta Indonesia Jakarta :  Depdiknas.
Suyono dan Masnur Muslich. 1996. Panduan Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang : YA3.
Syukur Abd Ibrahim. 1987. Kesusastraan Jakarta. Surabaya : Usaha Nasional.
Tengsoe, L Tjahjono. 2002.  Menembus Kabut Puisi.  Malang :  Dioma.
Tarigun,  Djaso dan HG Tarigun. 1987. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
E. Mulyasa,Dr,M.Pd, 2005, Menjadi Guru Profesiona, Bandung, Rosda
Surakhmand, Winarto, 1980, Pengantar Interaksi Belajar-Mengajar: Dasar Teknik Metodologi Pengajaran, Bandung, Tarsito
Universitas Negeri Malang, 2000, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, Malang, Universitas Negeri Malang


Post a Comment for "Apresiasi Puisi"