Apresiasi Puisi
Apresiasi Puisi
Ali Harsojo, M.Pd.
Guru SDN Pajagalan 2 Kota Sumenep
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Rasional
Indonesia sebagai negara
yang kompleks dengan beragam budaya merupakan tempat lahirnya berbagai macam kebudayaan
yang berbeda-beda yang memperkaya perbendaharaan kultur dan menjadi identitas bangsa.
Kebudayaan yang ada merupakan hasil karya masyarakat bangsa yang patut
dilestarikan. Dalam bidang kesenian, banyak lahir beragam seni yang dapat
dinikmati, seni lukis, seni tari, seni pahat dan lain sebagainya. Dalam konteks
bahasa Indonesia sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk
bahasa Indonesia, khususnya kesastraan, menjadi sumber penting yang banyak
melahirkan karya seni sastra yang dihasilkan oleh para sastrawan bangsa ini.
Mereka berupaya menciptakan seindah mungkin sebuah karya yang dapat dinikmati
oleh penikmat keindahan sastra. Maka
salah satu upaya mengekalkan sastra tersebut diwajibkannya sastra untuk
dipelajari pada lembaga pendidikan dasar, menengah dan tinggi dalam
pembelajaran dan jurusan Bahasa Indonesia.
Namun demikian, pengajaran sastra terutama dalam apresiasi puisi di sekolah pada
berbagai jenjang masih dihadapkan pada masalah sedikitnya porsi materi dan alokasi waktu
pembelajarannya. Kondisi ini menciptakan pendidikan dalam hal pengenalan sastra
dengan mengindahkan latar belakang proses penciptaan karya sastra, sangatlah
rendah dan kurang mendapatkan perhatian
(Rosidi, 1976: 115). Belum lagi masalah sumber sastra yang bermutu bagi sekolah-sekolah
daerah atau sekolah swasta yang kekurangan dana, juga menghambat kegiatan
ekstrakurikuler sastra. Guru dan siswa menjadi kurang wawasan tentang
perkembangan sastra. Akhirnya kegiatannya dilakukan seadanya (Rahmanto, 1989:
16).
Kegiatan ekstrakurikuler sastra di sekolah
jarang sekali dilakukan oleh guru,
atau bahkan mungkin memang belum tersentuh oleh benak guru bahwa sastra
merupakan bagian dari bahasa Indonesia. Sebagian guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang
menyukai sastra. Padahal, pada saatnya para guru ini dihadapkan pada kurikulum
sastra yang mau tidak mau, mampu atau tidak mampu harus diajarkan kepada anak
didiknya. Kondisi ini sangat tidak mendukung pada pendidikan sastra yang
maksimal.
Maka dari itu sebagai
bentuk penghargaan terhadap karya sastra, khususnya
puisi, yang ditampakkan dalam bentuk apresiasi puisi, merupakan salah satu yang
harus dapat diwujudkan melalui kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Pada
aspek menulis puisi sebagai bagian dalam mengekspresikan karya yang diminati
dalam bentuk penulisan yang kreatif, merupakan sasaran utama dan pokok yang
perlu dicapai dalam pembelajaran sastra (Depdiknas, 2003: 5).
Pada satuan pendidikan sekolah dasar,
pembinaan dan pengembangan sastra khususnya penulisan puisi bagi peserta didik
cukup memprihatinkan. Pada jenjeng
SMP, SMA menulis puisi sseharusnya menjadi suatu kewajiban, dan pada lembaga
perguruan tinggi apresiasi sastra (utamanya puisi) menjadi wajib tidak hanya
mengapresiasi puisis saja. Akan tetapi lebih dari itu harus dapat menciptakan
puisi, menganalisis puisi dan mampu memberikan interpretasi terhadap puisi
tersebut. Atau bahkan sekaligus
menjadi sastrawan handal yang dapat menambah koleksi beragamnya karya sastra
ini.
Berdasarkan
gambaran dan kenyataan di atas, maka kita mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melestarikan sastra itu
melalui berbuat banyak bagi kelestarian dan perkembangan sastra di Indonesia
ini.
B. Berdasarkan rsional diatas, maka dalam penulisan
makalah ini dapat dirumuskan beberapa hal, yaitu:
- Apakah pengertian apresisiasi puisi sebagai karya sastra?
- Bagaimana pembelajaran puisi di sekolah ?
C. Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan
penulisan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui pengertian apresiasi puisi sebagai karya sastra.
- Untuk mengetahui pembelajaran puisi di sekolah.
D. Adapaun manfaat yang dapat diambil antara lain:
- Bagi Mahasiswa, sebagai kajian untuk lebih introspeksi diri untuk lebih menghargai karya sastra dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam menulis.
- Bagi Dosen, sebagai in put untuk bahan telaahan pada tingkat apresiasi mahasiswa terhadap karya sastra, khhusunya puisi. Selain itu juga sebagai koreksi untuk lebih mempertajam kualitaas pembelajaran mata kuliah apresiasi pusi dan prosa fiksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Apresiasi Puisi
1.
Pengertian Apresiasi Puisi
Kita akan dapat
memahami apresiasi puisi dengan utuh apabila kita dapat memahami maknanya. Kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciation yang berarti pemahaman dan pengenalan yang tepat;
pertimbangan dan penilaian serta pernyataan yang memberikan penilailan (Hornby,
1987: 37). Sedangkan menurut Echols & Shadily (1982: 35) berarti
penghargaan dan pengertian. Dan apresiasi berasal pula
dari bahasa Latin pretium yang berarti
price atau harga. Apresiasi puisi adalah memahami, mengenal, mempertimbangkan
dan menilai secaras, tepat serta memberikan penghargaan dan pengertian secara
tepat pula terhadap puisi. Dilain
pihak apresiasi diartikan secara harfiah sebagai
penghargaan terhadap karya puisi (Tjahjono, 2000: 10).
Menghargai puisi berarti memandang
puisi sebagai sesuatu yang bernilai, bukan sesuatu yang tiada berguna. Bahkan,
aktivitas menghargai tersebut identik dengan aktivitas mencintai. Penghargaan
yang tinggi terhadap puisi membuat seseorang tidak membenci puisi bahkan ia
akan menjadi pemburu puisi.
Dalam rangkaian kegiatan apresiasi
puisi, menghargai puisi merupakan faktor yang paling tinggi. Sebelum seseorang
sampai pada tahap menghargai, dia harus melalui faktor mengenali, menikamati,
dan memahami. Dengan bekal pengetahuannya tentang puisi, seseorang mengambil
keputusan terhadap puisi yang dihadapinya untuk dikenali lebih dalam.
Keputusan didasarkan atas ketertarikan
terhadap puisi tersebut karena alasan keunikan, kalangkaan, ketepatannya dalam
menyentuh perasaannya, atau karena puisi itu karya penyair terkenal.
Tak mungkin menghargai sebelum mengenali. Aktivitas
mengenali puisi yang paling sederhana ialah membaca puisi, misanya dari buku
kumpulan puisi, majalah, surat
kabar, buletin atau media sekolah seperti majalah sekolah atau majalah dinding.
Pengenalan puisi melalui kegiatan membaca dapat dilakukan secara sepintas,
harfiah, atau secara serius secara mendalam menuju arti yang tersirat.
Puisi dapat dikenali dari bentuk
seperti yang terwujud dalam larik, bait, persajakan, dan iramanya. Dapat juga
pengenalan puisi dengan cara mengenali pengarangnya, karena setiap penyair
memiliki ciri khas tersendiri seperti yang dimiliki Ws. Rendra, Chairil Anwar,
Sutardji CS, bahkan Tengsoe Tjahjono.
Pada tahap menikmati puisi, penikmat
sudah melibatkan jiwa dalam merasakan keindahan puisi. Penikmat berada pada
wilayah penghayatan puisi pada tingkat awal. Penghayatan di tahap ini lebih
banyak melibatkan emosi tentang rasa yang ditimbulkan dari imajinasi penyair
melalui pilihan katanya. Menurut Ambary, (1999: 6), mengapresiasi puisi yang
sungguh-sungguh dalam benak siswa
terbayang sejumlah objek atau gambaran-gambaran sesuatu yang ada
hubungannya dengan berbagai indera, baik indera peraba, pendengar, penglihat,
pencium, pengecap atau yang ada hubungannya dengan gerakan atau asosiasi
pikiran.
Gambaran-gambaran dalam pikiran dan
bahasa yang menggambarkannya itulah yang dinamakan citraan puisi. Dari citraan
itu dihasilkan indera penglihat, maka
dinamakan citra penglihat, bila dihasilkan dari indera pendengar dinamakan
citraan pendengar dan sebagainya.
Puisi berhasil dinikmati kalau
penikmat terbawa dalam situasi pemahaman. Pemahaman tersebut meliputi pemahaman
terhadap bentuk maupun isi puisi. Bahasa puisi amatlah khas, sebuah komunikasi
melingkar yang tidak mudah dipahami dengan bahasa sehari-hari. Dengan demikian, diperlukan pemahaman khusus terhadap makna
yang terkandung dalam sebuah puisi.
2.
Ruang Lingkup dan Tingkatan Apresiasi Puisi
Ruang lingkup apresiasi puisi
mencakup kegiatan yang dilakukan
seseorang, baik kegiatan mental atau kegiatan fisik dalam merespon sesuatu.
Seseorang melakukan kontak dengan sesuatu itu sehingga ada efek, ada resepsi,
dan ada persepsi terhadap sesuatu itu. Bila sesuatu itu adalah sajak maka
kegiatan yang dilakukan adalah melakukan kontak dengan sajak (membaca, memahami
dan menghayatinya). Setelah melakukan kontak, seseorang itu merespon sajak
tersebut. Mungkin respon itu dalam bentuk tanggapan-tanggapan, mungkin dalam
bentuk pemahaman, mungkin dalam bentuk penerimaan atau bentuk lainnya.
Kedua, apresiasi puisi merupakan
kegiatan memberikan pertimbangan terhadap puisi yang diapresiasi dengan
pertimbangan terimplisit unsur penilaian. Disadari atau tidak, orang yang
melakukan kontak dengan sajak tidak dapat melepaskan diri dari proses
penilaian. Seolah-olah tindak penilaian itu telah menyatu dengan tindak
merespons sajak. Ia akan memberikan penilaian baik – tidak baik, kurang baik –
lebih baik – sangat baik – tidak baik, dan lain-lain.
Ketiga, kegiatan merespon dan menilai
puisi itu tidak dapat dilakukan kalau seseorang tidak mempunyai kemampuan
apresiasi, betapa pun relatifnya. Hanya
orang yang mempunyai apresiasi senilah yang mampu mengapresiasi seni; orang
yang mempunyai apresiasi sastralah yang mampu melakukan apresiasi sastra; dan
orang yang mempunyai apresiasi puisi yang dapat merespon dan menilai puisi.
Sebagai konsekuensinya, apresiasi seseorang tidak sama dengan apresiasi orang
lain karena merespon dan menilai adalah dua kegiatan yang sifatnya sangat
pribadi.
Apresiasi puisi seseorang tidak
mungkin langsung tinggi atau luas, melainkan berangsur-angsur dari taraf yang
rendah sampai ke taraf yang paling tinggi; dari yang sangat sempit sampai ke
taraf yang paling luas. Kalau begitu, tentu tingkat apresiasi itu dapat
meningkat atau ditingkatkan; dapat meluas atau diperluas.
Apresiasi dapat ditingkatkan melalui
kegiatan pembacaan terhadap sajak sebanyak mungkin. Kesediaan untuk
terus-menerus membaca sajak adalah salah satu cara untuk meningkatkan apresiasi
terhadap sajak. Disamping itu, menambah pengetahuan tentang ilmu sastra dan
membin sikap positif terhadap karya sastra atau sajak khususnya juga sangat
membantu dalam upaya meningkatkan apresiasi ( Atmazaki, 1993: 135 ).
Tingkatan apresiasi, terutama dalam
puisi diawali tingkat penikmatan:
bersifat penonton, merasakan senang yang sifatnya sama dengan perasaan senang
di saat dipuji atau menerima pemberian yang tak diduga-duga dari pihak lain.
Tindak operasionalnya seperti menonton
pembacaan puisi dengan bahasanya yang tidak dipahami; mendengar pembacaan puisi
yang tidak tahu arti kata-katanya; mendengarkan pembacaan puisi dari
penyair populer yang menimbulkan nikmat
dan kesenangan tersendiri.
Tingkat penghargaan. Bersifat
pemilikan dan kekaguman pada suatu puisi. Pada tingkat pertama dipengaruhi,
tetapi pada tingkat kedua ini, mulai aktif. Dulu dipuji, sekarang memuji. Dulu
sifatnya menonton, sekarang bersifat ingin memiliki atau memilikinya, ingin
membeli atau membelilnya.
Tingkat operasionalnya seperti
melihat kebaikan, nilai, gunanya; mendengarkan baik-baik dan menimbulkan apa
yang dilihat; mengambil suatu manfaat; merasakan suatu pengaruh yang menyusup
ke dalam jiwa; mengagumi dan timbul nafsu untuk memiliki, menguasai puisi.
Tingkat pemahaman, bersifat studi,
mencari pengertian, apa sebenarnya yang dihadapi itu. Mencari sebab dan akibat.
Tindak opoerasionalnya: mencari produk seni puisi yang menarik; melakukan apresiasi dengan
memisahkan unsur ekstrinsik dan instrinsik dari produk puisi; menyelidiki
unsur-unsur ekstrinsik pengaruh luar; menyelidiki unsur-unsur ekstrinsik yang
terdapat dalam produk seni budaya itu; menyelidiki unsur intrinsik; dan
menganalisa dan menyimpulkan.
Tingkat penghayatan, meyakini apa dan
bagaimana hakikat penciptaan puisi. Tindak operasionalnya: membuat analisa
lanjut, mengungkapkan nilai pandangan; mencari hakikat arti materi dengan
argumentasinya; melakukan paraphrase dan tafsiran; menyusun pendapat
berdasarkan.
Tingkat implikasi, bersifat makrifat,
memperoleh daya tepat guna, bagaimana dan untuk apa puisi. Tindak
operasionalnya: merasakan manfaat yang tiada terhingga; melahirkan ide baru;
mengamalkan penemuan, ceramah, diskusi, seminar; membina; memperoleh daya
improvisasi berdasar produk puisi;
afeksi ilmiah; mendayagunakan hasil apresiasi dalam mencapai nilai material,
moral, maupun spiritual untuk kepentingan sosial, politik, budaya (Natawidjaja, 1982: 2-4).
Adapun kegiatan apresiasi puisi tidak
terbatas pada kegiatan menganalisis puisi. Terdapat empat kegiatan penting
dalam apresiasi puisi yaitu: kegiatan reseptif, kegiatan produktif, kegiatan
performansi, dan kegiatan dokumentasi (Tjahjono, 2000: 12).
Apa yang dimaksud dengan kegiatan
reseptif adalah aktivitas penerimaan. Artinya, dalam kegiatan ini kita dalam
posisi sebagai pembaca teks puisi yang berusaha memahami makna pesan dan
keindahan yang terdapat dalam puisi itu. Kegiatan resptif seringkali bersifat
analitis. Pembaca diajak untuk memahami simbol-simbol bahasa, larik, dan bait,
serta tipografi puisi tersebut dan sebagainya dalam rangka memaknai puisi
tersebut. Bahkan dapat pula disebut kegiatan interpretatif karena memahami
makna puisi melalui aktivitas menafsirkan simbol–simbol, tipografi, dan
sebagainya.
Kegiatan produktif merupakan kegiatan
penciptaan puisi yang dilakukan sendiri oleh apresiator. Dalam hal ini kita
diajak mengalami sendiri bagaimana, suka duka menulis puisi. Tetapi puisi
sebagai suatu organisme tentu memiliki ciri-ciri individual tertentu yang bisa
kita amati dan kita pelajari. Dari ciri-ciri itulah kita belajar menulis puisi.
Kegiatan performansi berarti kegiatan
menampilkan puisi di depan publik. Penampilan ini biasanya melalui pertunjukan
atau pembacaan. Kegiatan performansi merupakan kegiatan penafsiran juga dalam
rangka merebut makna puisi. Kegiatan tersebut juga mampu memperpendek jarak
antara kegelapan puisi dan kegamangan masyarakat pembaca.
Kegiatan apresiasi yang terakhir
ialah kegiatan dokumentatif. Kegiatan tersebut berupa aktivitas menyimpan
buku-buku puisi dan segala buku yang bersangkut paut dengan puisi, kliping,
rekaman pembacaan, CD puisi, atau akses internet puisi. Kegiatan tersebut tentu
saja menunjang ketiga kegiatan sebelumnya.
3.
Karakteristik Puisi
Pada dasarnya puisi dibangun dengan
beberapa unsur melalui proses impresi hingga ekspresi dengan bahasa yang padat
dan memperhatikan faktor estetis. Menurut Ambary, dkk (1999: 94) karakteristik
puisi yang baik memiliki kandungan unsur intrinsik antara lain:
Pertama, Tema. Tema adalah ide atau
gagasan pokok yang dikembangkan penyair dalam karangannya. Para
penikmat mungkin saja mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap makna puisi
tersebut. Hal ini wajar karena sifat dan jenis puisi tidak dapat ditebak
secara pasti. Jawaban atau penafsiran makna suatu puisi yang tepat mungkin saja
lebih dari satu makna.
Jenis tema yang umumnya dimiliki oleh
puisi‑puisi Indonesia antara lain tema ketuhanan atau moral; tema nasionalisme;
tema kejujuran; tema didaktis; tema kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan; tema
keindahan alam.
Kedua, Perasaan (feeling). pengungkapan pengalaman batin yang erat kaitannya dengan perasaan
penyair itu sendiri. Karena itu pengungkapan tema yang sama bisa berbeda antara
sesama penyair. Perasaan penyair itu mendorong memilih kata‑kata ungkapan
tertentu untuk mengungkapkan suasana batinnya.
Ketiga, Amanat (intention). Amanat adalah maksud, tujuan atau pesan yang hendak disampaikan
oleh penyair kepada pembacanya. Amanat penyair itu tersirat di balik kata‑kata
dan tema, yang diungkapkannya. Tafsiran pembaca terhadap amanat yang terkandung
dalam puisi mungkin bermacam‑macam karena amanat itu bersifat subjektif dan
tersirat dalam bahasa yang penuh kiasan. Akan tetapi, perbedaan tafsiran itu
dapat dipersempit apabila pembaca berusaha memahami dasar‑dasar pandangan,
falsafah hidup dan aliran penyairnya.
Keempat, Majas. Majas adalah bahasa kias
untuk menjelaskan gagasan‑gagasan yang menimbulkan keindahan sastra. Majas
merupakan bahasa yang sifatnya konotatif yang mengandung makna ganda, makna
sampingan, makna sekunder. Jesis dan pembagian majas dibedakan menurut
hubungannya dengan maknanya.
Kelima, Rima. Rima meruakan unsur puisi
yang berupa penyesuaian bunyi atau persamaan bunyi dalan suatu puisi. Pembagian
jenis rima, dibedakan menurut hubungan antar larik atau baris.
Keenam, Irama. Irama merupakan keindahan
atau unsur estetis yang timbul karena pengulangan dan variasi bunyi
pertentangan suara, cepat‑lambat, keras lembut atau tinggi‑rendahnya secara
teratur. Irama suatu puisi terasa jelas
bila puisi tersebut dideklamasikan siswa. Menurut Tjahjono (2000: 7), puisi itu
ungkapan pikir dan rasa yang padat dan berirama, dalam bentuk larik dan bait
dengan menggunakan bahasa indah dalam koridor estetika.
B.
Pembelajaran Puisi di Sekolah
Pembelajaran sastra, khususnya puisi memerlukan keseimbangan aspek
kognitif dan afektif. Dengan pembelajaran puisi yang baik, berbagai potensi
siswa dapat dikembangkan (Sumardi, 2000:38). Sejak diluncurkannya GBPP (Garis‑Garis
Besar Program Pengajaran) kurikulum 1994, pelajaran sastra termasuk puisi
mendapat bobot yang seimbang dengan pelajaran bahasa dalam konteks pelajaran
Bahasa Indonesia. Alasannya antara lain:
1.
teks sastra dapat digunakan
sebagai bahan baku
pelajaran empat keterampilam berbahasa (membaca, menulis, menyimak, dan
berbicara).
2.
pelajaran sastra yang baik
dapat menjadi bumbu atau daya pikat pelajaran bahasa yang sering membosankan
dan diremehkan.
Kesalahan masa lalu pada pelajaran bahasa yang tidak boleh terulang
adalah pendidikan kita terlalu menekankan aspek, kognitif dan kurang memberikan
perhatian pada aspek afektif dan psikomotor. Bentuknya adalah pengajaran bahasa
dan sastra lebih menekankan pada pengetahuan struktur bahasa dan sejarah
sastra. Siswa hafal nama-nama pengarang puisi dan judulnya tetapi tidak
memiliki hobi membaca puisi dan tidak mampu memetik nilai‑nilai kearifan yang
ada di dalamnya.
Hikmah dan arti kondisi pengajaran
sastra terutama puisi yang memprihatinkan itu diperlukan terobosam baru atau
inovasi untuk memperbaikinya. Inovasi pengajaran sastra terutama puisi
memerlukan bobot pada aspek afektif sehingga dapat memberi keseimbangan pada
aspek kognitif yang berlebihan itu.
Istilah
yang menarik dan memberikan manfaat bagi pengajaran puisi yang maksimal adalah
pembelajaran apresiasi puisi bukan pembelajaran puisi. Penggunaan intilah “apresiasi” yang berarti
menikmati, menghayati, memetik kearifan dan menghargai menjadi ciri esensial
pembaruan pembelajaram sastra. Ciri esensial ini harus dipegang oleh guru
bahasa. Di sini kendala pertama pembelajaran apresiasi sastra muncul. Sebagian
guru kurang percaya diri.
Guru yang kurang percaya diri
beranggapan bahwa pembelajaran sastra itu sulit. Karya sastra seperti puisi
adalah “karya seni”. Karena itu untuk mengajarkan karya seni haruslah punya
“bakat seni”. Kendala inilah merupakan kendala terberat pembaruan pembelajaran
apresiasi sastra.
Kendala kedua berasal dari siswa.
Sebagai korban dari pengajaran sastra yang tradisional yang membebani tugas
hafalan sebagian besar siswa belum pernah menikmati dan memetik kesenangan dari
membaca karya sastra. Wajarlah kalau siswa kurang minat terhadap pelajaran
apresiasi sastra karena mereka belum pernah menikmati membaca karya sastra
sebagai sarana rekreatif.
Kendala ketiga adalah terbatasnya
sarana pembelajaran sastra. Sarana utama pembelajaran apresiasi sastra adalah
karya sastra yang unggul sesuai dengan minat dan kematangan siswa. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa perpustakaam sekolah dewasa ini sangat
memprihatinkan. Koleksi karya mastra yang unggul sangat langka dan terbatas.
Lagi pula pembelajaran sastra dengan menggunakan sarana perpustakaan sekolah
hanya mengandung aspek kegiatan reseptif (menerima) tanpa ada respon nyata yang
interaktif. Hal ini sangat merugikan daya ekspresi aktif yang produktif sebagai
proses apresiasi sastra.
Perkembangan bahasa dan sastra anak
sangat tergantung pada kemampuan anak dalam mengamati dan mengekspresikan diri
tentang apa saja yang terlintas (Sudono.1999:10). Bila guru penuh perhatian
dan penuh ide baru pastilah anak akan menambah wawasan dirinya.
Untuk meningkatkan kemampuan anak
dalam mengamati, mengekspresikan dan menambah wawasannya maka perlu adanya
pembelajaran yang mendukungnya.
Pembelajaran
merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling
berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan. Diantaranya adalah ketrampilan
membelajarkan atau ketrampilan mengajar. (Dr. E. Mulyasa, M.Pd, 2005: 69)
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik
melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini
berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran
akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang dipelajari diangkat dari
lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah
bagi lingkungannya.
Berkaitan dengan pendekatan lingkungan, UNESCO (1980)
mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik
untuk kepentingan pembelajaran :
- Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, biologi, sosio ekonomi dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik.
- Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
- Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat
dilakukan dengan dua cara :
a.
Membawa peserta didik ke
lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode
karyawisata, metode pemberian tugas dan lain-lain.
b.
Membawa sumber-sumber dari
lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut
bisa sumber asli, seperti nara
sumber, bisa juga sumber tiruan, seperti model dan gambar.
Guru
sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara-cara
yang tepat untuk mendayagunakannya dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan tema
dan lingkungan yang akan didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan peserta
didik.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari data dan analisis data dalam penelitian tindakan
kelas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Apresiasi puisi adalah memahami, mengenal, mempertimbangkan dan menilai secaras, tepat serta memberikan penghargaan dan pengertian secara tepat pula terhadap puisi. Dilain pihak apresiasi diartikan secara harfiah sebagai penghargaan terhadap karya puisi (Tjahjono, 2000: 10).
- Tingkatan apresiasi, terutama dalam puisi adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat penikmatan: bersifat
penonton, merasakan senang yang sifatnya sama dengan perasaan senang di saat
dipuji atau menerima pemberian yang tak diduga-duga dari pihak lain.
b.
Tingkat penghargaan. Bersifat
pemilikan dan kekaguman pada suatu puisi.
c.
Tingkat pemahaman, bersifat studi,
mencari pengertian, apa sebenarnya yang dihadapi itu.
d.
Tingkat penghayatan, meyakini
apa dan bagaimana hakikat penciptaan puisi.
e.
Tingkat implikasi, bersifat
makrifat, memperoleh daya tepat guna, bagaimana dan untuk apa puisi.
- Karakteristik Puisi
a.
Tema. Tema adalah ide atau gagasan pokok
yang dikembangkan penyair dalam karangannya.
b.
Perasaan (feeling). pengungkapan pengalaman batin yang erat kaitannya dengan perasaan
penyair itu sendiri.
c.
Amanat (intention). Amanat adalah maksud, tujuan atau pesan yang hendak disampaikan
oleh penyair kepada pembacanya.
d.
Majas. Majas adalah bahasa kias untuk
menjelaskan gagasan‑gagasan yang menimbulkan keindahan sastra.
e.
Rima. Rima meruakan unsur puisi yang
berupa penyesuaian bunyi atau persamaan bunyi dalan suatu puisi.
f.
Irama. Irama merupakan keindahan atau
unsur estetis yang timbul karena pengulangan dan variasi bunyi pertentangan
suara, cepat‑lambat, keras lembut atau tinggi‑rendahnya secara teratur.
B.
SARAN
a. Dalam upaya mengapresiasi puisi agar secara cermat
memperhatikan tingkatan apresiasi dan karateristik puisi, karena kan menentukan
arah makna dari apresiasi itu sendiri.
b. Memperbanyak membaca secara berulang-ulang agar
memaami dan menghayati pesan dan makna dari puisi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud.
1993. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP
SLTP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.
Jakarta :
Depdikbud.
Djoko
Pradopo, Racmad. 2001. Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita.
J.
Herman. Wahnyo. 1993 Teori dan Apresiasi
Puisi. Jakarta : Erlangga.
Suratna.
2001. Pengantar Sasrta Indonesia
Jakarta
: Depdiknas.
Suyono
dan Masnur Muslich. 1996. Panduan
Pengajaran Bahasa Indonesia.
Malang : YA3.
Syukur
Abd Ibrahim. 1987. Kesusastraan Jakarta.
Surabaya :
Usaha Nasional.
Tengsoe,
L Tjahjono. 2002. Menembus Kabut Puisi. Malang : Dioma.
Tarigun, Djaso dan HG Tarigun. 1987. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa.
Bandung :
Angkasa.
E. Mulyasa,Dr,M.Pd, 2005, Menjadi Guru Profesiona, Bandung, Rosda
Surakhmand, Winarto, 1980, Pengantar Interaksi Belajar-Mengajar: Dasar Teknik Metodologi
Pengajaran, Bandung, Tarsito
Universitas Negeri Malang, 2000, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, Malang, Universitas Negeri Malang
Post a Comment for "Apresiasi Puisi"
Komentar/ informasi anda sangat kami butuhkan