Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Siswa Berkarakter, Raih Kesuksesan



Siswa  Berkarakter, Raih Kesuksesan
Oleh :
Riskiyati, S.Pd.SD
Guru SDN Pajagalan 2 Kecamatan Kota Sumenep


Pendidikan nasional Indonesia diarahkan untuk membangun siswa berkarakter dengan nilai-nilai budaya dan spiritual yang tinggi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, ditegaskan, bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata mengembangkan kemampuan, membentuk watak, dan peradaban bangsa yang bermartabat merupakan rangkaian kata manunggal yang tak bisa dilepaskn satu sama lain atau saling memadukan. Kemampuan tak akan bermakna, tanpa didukung terbentuknya watak. Kemampuan yang terus berkembang dan dikembangkan disertai watak yang kuat dan positif akan membentuk peradaban yang positif.
           Problematika yang berkembang sampai saat ini, pendidikan hanya mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan anak. Pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya  di dalam diri siswa masih membutuhkan perhatian khusus. Rapuhnya karakter dan bu­daya dalam kehidupan bisa membawa kemunduran etika dan kekuatan spiritual siswa. Padahal, kehi­dupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya  kuat akan semakin memperkuat ek­sistensi suatu negara ( Yahya dan Suseno, Kompas, Oktober 2010).

Karakter atau watak  mencakup  sikap, sifat-sifat dan temperamen. Pengertian watak seringkali  dihubungkan dengan pengertian moral atau nilai-nilai etis, yakni tentang apa yang disebut baik dan buruk (Poedjawijatna dalam Ngalim, 1996). watak ialah struktur batin manusia yang nampak dalam tindakan tertentu dan tetap baik tindakan itu baik ataupun buruk. Lebih dari tem­peramen yang sangat dipengaruhi oleh konstitusi tubuh dan pem­bawaan lainnya, watak atau karakter lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti  pengalaman, pendidikan, inteli­jensi dan kemauan.
Dalam hubungan ini, Kerchensteiner mengemukakan, bahwa watak ialah keadaan jiwa yang tetap, tempat semua perbuatan kemauan ditetapkan/ditentukan oleh prinsip-prinsip yang ada dalam alam kejiwaan. Watak manusia terbukti dalam kemauan dan perbuatannya.  Kerchensteiner membagi watak manusia menjadi dua bagian, yakni watak biologis dan watak intelijibel. Watak biologis me­ngandung nafsu/dorongan insting  rendah,  terikat  kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak dapat diubah dan dididik. Watak intelijibel ialah bertalian dengan kesadaran dan intelijensi manusia. Watak ini mengandung fungsi-fungsi jiwa tinggi, seperti kekuatan kemauan, kemampuan membentuk pendapat atau berpikir, kehalusan perasaan, dan  mendalamnya getaran jiwa. Menurut Kerchensteiner, watak ini­lah yang dapat diubah dan dididik. la menyarankan, bahwa untuk mendidik watak seseorang (anak didik) dengan baik, didiklah kemauannya, cara berpikirnya, dan kehalusan perasaannya ke arah yang baik.
Sartain mengemukakan, bahwa untuk mempelajari tingkah laku atau watak secara lebih efektif, ahli psikologi hendaknya membedakan dua faktor, yakni faktor biologis dan faktor kultural. Watak seseorang itu merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan lingkungan orang itu. Dalam kerangka ini, manusia hanya bisa menjadi pribadi berkarakter jika memiliki ruang yang memberinya kebe­basan dalam kebersamaan de­ngan orang lain (Koesoema,2007). Karena itu, membuka ruang bagi kebebasan melalui interaksi dengan sesama dan alam  merupakan conditio sine qua non bagi pendidikan karakter.
Pembentukan karakter dan bu­daya  pada siswa tidak harus masuk dalam struktur kurikulum, tetapi harus tersemai dalam implementasi kurikulum melalui sentuhan guru. Nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan da­lam diri siswa berupa nilai-nilai dasar yang disepakati berdasarkan pada agama dan kenegaraan.  Kejujuran, dapat dipercaya, ke­bersamaan, toleransi, rasa empati, tanggung jawab, dan peduli kepada orang lain merupakan dimensi-dimensi penting yang harus terus ditumbuhkan untuk membentuk karakter siswa.
Franz Magnis-Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, mengatakan, bahwa yang di­butuhkan bukan hanya karakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif. Namun, untuk membentuk siswa  yang berkarakter kuat tidak boleh ada feodalisme para guru. Dengan karakter positif, benar dan konstruktif kesuksesan akan selalu hadir (dengan ijin Tuhan). Setiap individu yang memiliki karakter positif, akan selalu dibutuhkan dan dipandang sebagai figur baik oleh setiap orang dan institusi. Maka di sanalah kesuksesan selalu menunggu. Sebagai siswa tingkat sekolah dasar, pendidikan karakter menjadi sangat bermakna untuk selalu ditanamkan, karena di SD-lah pintu utama dan terutama untuk menumbuhkan karakter siswa sebagai fondasi awal meletakkan nilai-nilai kebaikan dan nilai spiritual yang tinggi. Kesuksesan selalu akan hadir berawal dari sesuatu yang baik, karakter yang positif, salah satunya.

Post a Comment for "Siswa Berkarakter, Raih Kesuksesan"