PERAN PGRI DALAM MEMPERJUANGKAN NASIB GURU DAN MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
PERAN PGRI DALAM
MEMPERJUANGKAN NASIB GURU DAN MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
OLEH : ALI HARSOJO,
M.Pd
Abstrak :
Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) sebagai organisasi profesi terbesar yang dimiliki oleh guru di Indonesia
adalah organisasi yang sangat ideal dan tepat sebagai wadah untuk meningkatkan
profesionalisme guru, mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para guru serta
memperjuangkan nasib guru dan pendidikan pada umumnya. Agar guru dan tenaga
kependidikan dapat berperan maksimal dalam menjalankan fungsinya, mereka perlu
didukung, dibantu, didorong dan diorganisasikan dalam suatu wadah yang dinamis,
prospektif dan mampu menjawab tantangan masa depan. Organisasi yang tepat dan
telah mampu melakukan hal itu semua adalah PGRI.
KATA KUNCI : Profesi,
organisasi PGRI
PGRI lahir pada 25 November 1945,
setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI
adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912,
kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
Semangat kebangsaan Indonesia telah
lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan
huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan
Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik
yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan
Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka
umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan
keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak
keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat
perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan
persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah
Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke
tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak
pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan
perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda,
tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan
ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan
semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata
“Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman
pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945
menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November
1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru
yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan
daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru
yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan
Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 –
seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang
bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI
Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan
:
1. Mempertahankan dan menyempurnakan
Republik Indonesia;
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan
pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya,
guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah,
semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat
persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia.
Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan,
organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik,
independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan
kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78
Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru
Nasional, dan diperingati setiap tahun. Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia
tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peranan PGRI Dalam
Memperjuangkan Nasib Guru
Sejarah telah membuktikan bahwa
keuletan, kekompakan, kejuangan dan perjuangan PGRI selama ini telah
menempatkan PGRI bukan saja menjadi organisasi guru dan tenaga kependidikan
yang terbesar di Indonesia, tetapi juga merupakan bagian dari organisasi guru
dunia yang tersebar di 158 negara di Dunia yang anggotanya kini lebih dari 25
juta.
Akan tetapi hingga kini masih banyak
guru di Indonesia yang belum masuk sebagai anggota PGRI. Teritama dari kalangan
guru swasta atau guru dari Departemen Agama. Hal ini terjadi karena perekrutan
anggota PGRI bersifat sukarela dan terlepas dari birokrasi pemerintah. Memang
tidak ada aturan yang mewajibkan bahwa semua guru baik negeri maupun swasta
harus masuk menjadi anggota PGRI. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak
tahu banyak tentang PGRI dan peranannya bagi mereka. Banyak pula di antara
mereka baik yang sudah masuk menjadi anggota PGRI maupun yang belum mencibir
PGRI itu sendiri. Sebagian beranggapan masuk menjadi anggota PGRI tidak ada
manfaatnya. Malah katanya mereka malah rugi karena gajinya dipotong tiap bulan
untuk iuran organisasi. Ada yang mengatakan PGRI adalah hanya organisasi yang
bisanya hanya potong gaji saja, tidak membawa manfaat apa-apa bagi mereka.
Padahal sadar atau tidak sadar sebenarnya mereka selama ini telah menikmati
berbagai peningkatan dan perbaikan nasib guru bahkan kemajuan dunia pendidikan
pada umumnya yang merupakan hasil dari kegigihan perjuangan PGRI yang telah
dilakukan selama ini. Mereka tidak ikut iuran, tetapi mereka telah ikut
menikmati hasil perjuangannya. Bahkan tidak hanya guru saja yang memetik hasil
perjuangan PGRI, tetapi PNS yang lain juga ikut menikmati hasil perjuangan
PGRI. Sebagai contoh kenaikan Gaji PNS Rp 155.250,00 pada tahun 1999,
mengusulkan tunjangan beras diganti dengan uang, memaksimalkan penggunaan ASKES
di RS Swasta dan masih banyak lainnya itu adalah hasil perjuangan PGRI.
Beberapa waktu yang lalu kita sama-sama
menyaksikan pemandangan menarik di televisi dan media massa lainnya. Ribuan
guru dengan seragam PGRI secara bergiliran guru dari Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur dengan dikoordinir pengurus PGRI pusat dan daerah telah
melakukan demonstrasi besar-besaran secara nasional dengan menduduki gedung DPR
dan Instansi pemerintah yang lain seperti kantor menteri Pendidikan Nasional
Pusat untuk menuntut peningkatan anggaran pendidikan sampai 20% dari APBN
sesuai amanat UUD 1945, peningkatan kesejahteraan guru, terbitnya PP tentang
guru dan tuntutan-tuntutan yang lainnya yang menyangkut nasib guru. Demo-demo
tersebut juga ternyata membawa hasil, seperti telah terbitnya Permendiknas No.
18/2007 tentang sertifikasi guru yang sekarang telah ramai dilaksanakan oleh
sebagian guru dan sebagian guru yang lulus sertifikasi telah menikmati
tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan dengan cara
dirapel. Ini semua berkat kegigihan dan perjuangan PGRI. Sebagian tuntutan
lainnya juga telah terpenuhi oleh pemerintah.
Wajar mereka berpendapat miring tentang
keberadaan PGRI karena mereka tidak tahu apa yang telah dilakukan PGRI.
Ketidaktahuan mereka mungkin karena mereka tidak masuk menjadi anggota aktif
sehingga tidak tahu banyak hal tentang PGRI dan aktifitasnya, atau menjadi
anggota tetapi tidak mau tahu dengan perjuangan PGRI dan segala aktifitasnya.
Guru-guru di lingkungan Departemen
Agama misalnya, termasuk di MTs Negeri Jeketro hamper semua guru di lingkungan
Depag belum masuk menjadi anggota PGRI. Termasuk Guru –guru di sekolah-sekolah
swasta atau guru-guru GTT. Hal ini disebabkan tidak adanya kuajiban atau
anjuran resmi dari instansi terkait. Sebenarnya bila kita masuk menjadi anggota
PGRI cukup banyak manfaat yang kita dapatkan.:
Pertama, kita sebagai guru sudah sepantasnya
tegabung dalam sebuah organisasi profesi yang dapat melindungi hak-hak guru dan
ikut berkiprah secara aktif untuk kemajuan guru.
Kedua, dengan bergabung menjadi anggota PGRI kita bias bergaul
dengan guru-guru lain dari SD sampai SMA baik dari daerah tingkat kecamatan
sampai tingkat nasional.
Ketiga, kita akan mendapatkan bantuan hukum dari Lembaga Konsultasi
Bantuan Hukum (LKBH) bila kita mendapatkan masalah-masalah yang berkaitan
dengan hokum baik berkaitan dengan tugasnya maupun kasus pribadi dengan tanpa
dipungut biaya.
Keempat, ketika pensiun kita akan mendapatkan
dana pensiun dari Yayasan Dana Setia Kawan Pensiun PGRI yang besarnya
disesuaikan dengan lamanya menjadi anggota PGRI.
Kelima, kita akan mendapatkan kartu anggota PGRI dan SK Pengurus
PGRI yang dapat dipakai sebagai menambah angka kredit guru atau untuk
fortofolio sertifikasi guru.
Keenam, dengan menjadi anggota PGRI, kita
memiliki banyak kesempatan untuk ikut berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh PGRI baik di tingkat kecamatan hingga tingkat pusat yang akan menambah
wawasan dan pengalaman tersendiri. Jadi alangkah baiknya bila guru-guru MTs N
Jeketro ikut bergabung menjadi anggota PGRI dengan membentuk ranting tersendiri
di bawah pengurus Cabang Gubug. Pengurus PGRI cabang Gubug tentunya akan dengan
senang hati untuk menerima anggota baru tersebut.
Apa yang Telah Dilakukan PGRI ?
Sebetulnya banyak sekali perjuangan
PGRI baik pengurus pusat maupun pengurus daerah dalam memperjuangkan nasib guru
pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Ada beberapa hasil perjuangan
PGRI yang perlu ditunjukan untuk menghindari fitnah dan dapat mengurangi peran
serta sebagai anggota PGRI. Secara umum Pengurus PGRI pusat yang lebih aktif
melakukan perjuangan dan desakan baik dikalangan eksekutif maupun legislatif
untuk mengoalkan apa yang menjadi usulannya. Beberapa perjuangan PGRI
yang telah dilakukan selama ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengusulkan kenaikan gaji pada tahun
1999 kepada Presiden, dan hasilnya gaji PNS naik Rp 155.250,00.
2. Tahun 2000 PGRI mengusulkan tunjangan
pendidikan bagi guru, hasilnya tunjangan fungsional guru naik 150%.
3. Mengusulkan honor guru wiyata bakti,
hasilnya guru wiyata bhakti baik di sekolah negeri maupun swasta mendapat
tunjangan dari pemerintah sebesar Rp 75.000,00 per bulan.
4. Memperjuangkan bantuan untuk sekolah
swata, hasilnya bantuan pendidikan untuk sekolah swata mengalami peningkatan
yang signifikan.
5. Mengusulkan agar guru TK mendapat
perhatian, hasilnya ada Direktur PAUD, pengangkatan guru TK dan peningkatan
kesejahteraan guru TK.
6. Mengusulkan agar tunjangan beras PNS
diganti dengan uang agar tidak merugikan PNS. Hasilnya sekarang PNS telah
menerima tunjangan beras dalam bentuk uang tunai yang dibayarkan bersamaan
dengan penerimaan gaji.
7. Pemaksimalan penggunaan ASKES agar
dapat digunakan di RS Swata. Hasilnya sekarang ASKES bida digunakan di RS
Swata.
8. Untuk kenaikan golongan IV/a ke atas
ditinjau kembali agar tidak diproses sampai ke pusat sehingga memakan waktu
lama. Hasilnya kenaikan pangkat IV/a ke atas cukup di tingkat Provinsi, kecuali
guru di lingkungan Departemen Agama tetap di pusat.
9. Tunjangan THR dan tambahan
kesejahteraan bagi guru. Hasilnya pemerintah kabupaten/kota telah mencairkan
tunjangan THR dan dana kesejahteraan bagi seluruh PNS di jajarannya.
10. Rekruitmen PNS khususnya guru, hasilnya
dilakukan secara nasional. Mengusulkan agar Guru GTT di sekolah negeri diangkat
menjadi PNS. Hasilnya guru kontrak secara otomatis diangkat menjadi PNS
meskipun secara bertahap. Bahkan di Depag seluruh data guru yang masuk dalam
data Dbase secara bertahap akan diangkat menjadi PNS.
11. Perlindungan dan pembelaan terhadap
anggota PGRI yang tersandung masalah hukum oleh LKBH tanpa dipungut biaya.
12. Mengawal dan mendorong lahirnya UU
Sisdiknas.
13. Mendesak lahirnya PP tentang Sisdiknas.
14. Mengusulkan agar guru ditangani oleh
sebuah badan independen langsung di bawah presiden.
15. Mengusulkan adanya sistem penggajian
guru tersendiri pada pemerintah.
16. Mengusulkan kenaikan tunjangan
fungsional guru.
17. Mengusulkan sistem pembinaan PNS secara
nasional, termasuk pemberian kesejahteraannya.
18. Mengusulkan agar jabatan struktural di
bidang pendidikan ditempati oleh pegawai yang menguasai bidang pendidikan,
meniti karir, dan berlatar belakang pendidikan.
19. Telah ikut secara aktif yang berada di
barisan paling depan jajaran organisasi guru dan bekerja sama dengan organisasi
politik yang memiliki otoritas, berusaha menyiapkan dan memperjuangkan UU Guru
dan Dosen. Secara kelembagaan perjuangan untuk melahirkan UUG dan D telah
dimulai pada saat konggres ke XVIII tahun 1998 di Lembang, Bandung. Sebelumnya
baru berupa wacana yang berkembang sejak tahun 1960.
20. Mengawal dan mendesak pemerintah agar
segera mengeluarkan PP tentang Guru sesuai dengan amanat UU GD, hiingga
terbitlah Permendiknas No. 18/2007 tentang pelaksanaan sertifikasi guru.
21. PGRI selama ini menjadi mitra aktif,
strategis, dan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah tentang
pendidikan, terutama yang terkait dengan kebijakan tentang guru.
22. Mengawal agar pelaksanaan sertifikasi
guru tidak menciderai kepentingan guru di dalam berkarya dan memperoleh
hak-haknya.
23. Mensosialisaikan tentang pelaksanaan
sertifikasi guru dari tingkat pusat hingga cabang (tingkat kecamatan).
24. Mengawal pelaksanaan sertifikasi guru
secara objektif dan transparan.
25. Menerima sejumlah pengaduan dan
melaksanakan kajian terhadap kemungkinan model pelaksanaan sertifikasi guru
yang lebih bermutu, efisien dan memenuhi rasa keadilan guru.
26. 26.Melakukan kajian terhadap
peningkatan profesi dan kesejahteraan guru.
27. Mengawal penerimaan tunjangan profesi
guru.
28. Perjuangan yang paling hangat dan
merupakan kemenangan PGRI adalah lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi RI
nomor 026/PUU/III/2005 yang menetapkan batas tertinggi dalam APBN tahun 2006
sebesar 9,1% untuk pendidikan tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan
bertentangan dengan pasal 31 UUD 1945.
29. Menuntut kepada pemerintah untuk
memberikan uang lauk pauk kepada semua PNS termasuk guru.
Masih banyak lagi perjuangan PGRI baik
yang telah berhasil maupun yang belum yang telah dilakukan PGRI baik tingkat
pusat maupun daerah. Akan tetapi harus diakui bahwa perjuangan PGRI belum
maksimal. Hal ini disebabkan karena dua faktor, yaitu :
1. Belum kuatnya PGRI sebagai kekuatan
penekan.
2. Kurangnya political will dari
pemerintah dan birokrasi pendidikan.
Kegigihan PGRI dalam memperjuangkan
hak-hak guru baik negeri maupun swasta berdasarkan UUD 1945 beserta segenap
peraturan pelaksanaannya belumlah surut. Sekalian ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangannya terus menerpa PGRI. Cakupan perjuangan itu antara lain :
realisasi anggaran 20% dari APBN maupun APBD untuk pendidikan sesuai amanat UUD
1945, jaminan pengembangan karier dan keprofesionalan guru, tunjangan fungsional,
tunjangan profesi, tunjangan pendidikan, tunjangan khusus, kemaslahatan lain,
tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru SD, insentif dan peningkatan
kesejahteraan bagi guru swasta dan tenaga honorer. Status karier dan
kesejahteraan guru GTT, guru wiyata bhakti, guru honorer juga terus
diperjuangkan melalui berbagai pendekatan dan cara. Evaluasi sementara,
perjuangan PGRI tersebut ada yang berhasil, tetapi masih banyak juga yang harus
tetap diperjuangkan. Ketidakberhasilan perjuangan itu menurut analisis
sementara penyebabnya adalah karena kader PGRI belum menempati posisi kunci
dalam mengambil kebijakan dalam sistem pemerintahan. PGRI mengamati masih
banyak pejabat pemerintah belum banyak memahami kebutuhan profesional riil para
guru. Para pejabat mempersepsikan pekerjaan guru sama saja dengan jenis
pekerjaan administrasi perkantoran lainnya, sehingga tidak perlu perhatian
khusus. Padahal guru memiliki peranan strategis untuk memajukan dan
mencerdaskan bangsa ini.
Peran PGRI Dalam
Meningkatkan Profesionalisme Guru :
1) Bangkitkan Profesionalisme Anggota
Alam konstelasi politik kadang sulit
diprediksi arah dan kehadirannya, serta merta telah memasuki berbagai sektor
kehidupan manusia, mulai dari persoalan-persoalan yang rumit dan pelik
tingkatannya tidak dapat dihindarkan. Organisasi tidak dapat menghindar dari
keadaan ini.
Realitas inilah yang menantang bagi
setiap organisasi untuk lebih merasa bertanggung jawab pada semua anggotanya.
Kondisi ini membawa perubahan yang sangat besar terutama pada proteksi profesi,
seseorang yang menyatakan sebagai profesional pendidik (guru) misalnya, tidak
dapat lagi sembunyi dibalik kekuatan organisasi untuk menjamin eksistensinya.
Kendatipun organisasi tidak kehilangan
inner power (kekuatan sejatinya) untuk melindungi anggota-anggotanya yang lemah
profesi. Organisasi saat ini secara tidak langsung telah berubah pada perikatan
yang profesional, artinya tidak hanya mengemban misi dalam upaya-upaya
perlindungan individu, karena era ini menuntut lebih banyak persaingan yang
sifatnya individual (Competition on individual base).
Organisasi profesi yang secara dini
tidak membekali para anggotanya dengan piranti persaingan, dan tidak hanya
menanti belas kasihan organisasi, secara dini pula dirinya akan terlindas oleh
kemajuan jaman, suatu kenyataan telah berada dipelupuk mata kita, bahwa
hadirnya profesional pendidik asing (guru-guru dari luar negeri), tak satupun
organisasi mampu menolaknya. Karena negara telah mengikat dirinya dalam
berbagai bentuk perjanjian, misalnya, WTO, APEC dan AFTA yang kita sepakati dan
mengharuskan kita sepakat untuk mendunia. Menghadapi kenyataan ini maka sebuah
organisasi, harus melangkahkan kesadarannya pada misi baru, yakni menjadi
katalisator untuk meningkatkan kekuatan profesional para anggotanya. Sebagai
langkah awal adalah mencegah sekaligus mengeliminasi idola-idola sesat.
Meminjam buah fikir "Francis
Bacon" sebagai peletak dasar-dasar empirisme menganjurkan organisasi untuk
membebaskan manusia dari pandanngan atau keyakinan yang menyesatkan, dia
menyebutkan ada empat idola, yaitu:
1. The idols of cave, yakni sikap
mengungkung diri sendiri seperti katak dalam tempurung, sehingga enggan membuka
diri terhadap pendapat dan pikiran orang lain.
2. The idols of market place, yaitu sikap
mendewa-dewakan slogan cenderung suka "ngecap" (lip service).
3. The idols of theatre yaitu sikap
membebek, kurang fleksibel, berdisiplin mati dan "ABIS"- Asal Bapak
Ibu Senang".
4. The idols of tribe, yaitu cara berfikir
yang sempit sehingga hanya membenarkan pikirnanya sendiri (solipsistic) dan
hanya membenarkan kelompoknya/organisasinya sendiri.
Jika organisasi telah mampu membebaskan
para anggotanya dari idola-idola tersebut, maka secara tidak langsung
organisasi telah meraup kembali inner power yang selama ini hilang sebagai
akibat kemajuan zaman yang penuh ketidakpastian.
Dikaitkan dengan profesionalisme guru,
maka wadah organisasi seperti PGRI (Persatuan Guru RI) tertantang untuk
memanifestasikan kemampuannya, karena secara makro organisisasi PGRI dihadapkan
pada "barier protection) sebagi akibat globalisasi. Sadar dari realita ini
PGRI akan tetap melakukan upaya cerdas dalam bentuk peningkatan kemampuan
individual (peningkatan kompetensi). Sehingga kesan yang berkembang dan yang
memandang PGRI hanya mempertahankan organisasi sebagai alat pelindung dengan
bermodalkan kekuatan massa (pressure group), tidak selamanya benar.
2) Mengukuhkan Keahlian
Di era ketidakpastian, tuntutan
keahlian digambarkan sebagai kemampuan personal yang memiliki daya ganda, yakni
disamping memiliki keungulan kompetitif (competitif advantage), sisi lain juga
mempunyai keunggulan komparatif (comparative adventage). Keunggulan kompetitif
ini menuntut professional untuk menguasai kempetensi inti (core competence).
Dalam dunia pendidikan yang disyaratakan sebagai kompetensi inti adalah segenap
kemampuan yang meliputi:
1. Keunggulan dalam penguasaan materi
ajaran (subject mater)
2. Keunggulan dalam penguasaan metodologi
pengajaran (teaching methode)
Dalam undang-undang Guru dan Dosen
kompetensi meliput; kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi
pribadi dan kompetensi sosial. Dari syarat kompetensi ini, merupakan bentuk
tuntutan yang sifatnya dinamik, karena penguasaan materi ajaran, serta
penguasaan metodologi pengajarann selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
jaman.
Dalam penguasaan materi ajaran
misalnya, untuk satu hari saja dunia telah mencatat lebih dari kurang satu juta
judul buku terbit.
Sisi lain yang juga menjadi tantangan
adalah rekayasa bidang teknologi komputer dengan rekayasa tersebut maka
tercipta beberapa perangkat lunak (soft ware) pendidikan yang memiliki
kemampuan luar biasa dan sangat reasonable terhadap berbagai keadaan dan
fungsi. Realitas ini merupakan kendala yang harus dapat diantisipasi oleh
organisasi.
3)
Menguatkan Tanggung Jawab
Tanggung jawab profesi juga terkena
imbas kemajuan jaman, teristimewa untuk profesi pendidik, karena disamping
tuntutan bidang akademik dengan perannya sebagai alih pengetahuan (transfer of
knowledge) secara bersamaan guru membawa beban moral, sebagai pendidik moral.
Kemajuan teknologi ternyata tidak
pernah steril dari budaya baru, teknologi selalu mempercepat dan membawa dampak
pengiring, yang kadangkala bernuansa negatif.
Tanpa disadari langit-langit bumi telah
berubah menjadi atmosfir elektronik, yang dengan bebas dan tanpa merasa berdosa
mengalirkan informasi ke segala penjuru dunia, dan tidak memandang perbedaan
budaya, etika serta etistika.
Suatu gambaran yang serba naïf, dapat
diakses oleh sebagian besar penduduk Indonesia, karena parabola (indovision)
telah mampu menjembatani penyiaran TV-TV asing, dengan tidak terasa terjadi
penetrasi budaya. Secara bersamaan guru telah mendapatkan beban tambahan untuk
memberikan perawatan budaya, agar moral bangsa tetap berada dalam bingkai budaya.
Keadaan ini menjadi serba-serbi
dilematik, sisi lain guru harus ahli dalam penguasaan subject mater, namun
beberapa waktunya hilang dibagi untuk mengurusi bidang-bidang yang terkait
dengan moral. Sebagai tantangan tanggung jawab profesi yang terkait dengan
persoalan moral profesi adalah semakin lemahnya kepercayaan terhadap guru,
karena nilai-nilai yang berkembang saat ini dengan cepat memberikan perubahan,
namun berbagai persoalan individu utamanya kesejahteraan seorang guru masih
belum dapat dikatakan menggembirakan. Kenyataan menunjukan kepada kita, sering
pula dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menekuni pekerjaan-pekerjaan lain yang
akhirnya merugikan nilai-nilai profesional.
Ilustrasi yang sangat ringan dapat kita
lihat, bahwa kemajuan ekonomi juga mengkondisikan guru lebih senang bahkan
lebih tekun mengerjakan fungsi-fungsi lain yang lebih menjanjikan dari pada
mempertajam visi profesinya. Melihat realita ini, maka organisasi harus
melakukan tindakan cerdas, dengan berupaya terus menerus melakukan siasat.
4) Jejaring Sebagai
Kekuatan Organisasi PGRI:
Dalam memperjuangkan nasib para
anggotanya untuk mengemban amanat UUD 1945, "mencerdaskan bangsa"
PGRI selalu mengundang dan bekerja sama dengan organisasi lainnya, selama dalam
bingkai tegaknya NKRI. Mendukung upaya pencerdasan bangsa tanpa memandang asal
usul golongan, karena independensi menjadi suratan perjuangannya.
PGRI selalu berjuang untuk mengayomi
para anggotanya, tanpa membuat cidera demi kepentingan bangsa. Oleh karenanya
PGRI menyadari sepenuhnya membangun jejaring (net working) dalam kerangka
peningkatan martabat Bangsa Indonesia khususnya wilayah Kabupaten Mimika selalu
dikedepankan.
PGRI Berjuang Meningkatkan
Profesionalisme Guru
Profesi guru pada sat ini masih banyak
diperbincangkan oleh khalayak ramai, baik dari kalangan pakar pendidikan baik
diluar pakar pendidikan. Bahkan selama dasawarsa terakhir ini hampir setiap
hari, media massa khususnya media cetak baik harian maupun mingguan memuat
berita tentang guru. Ironisnya banyak yang cenderaung melecehkan posisi guru.
Masyarakat/ orang tua siswa pun kadang
– kadang mencemooh dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas dan
sebagainya. Manakala putra / putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang
dihadapinya atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya.
Sikap dan perilaku masyarakat tersebut
memang bukan tanpa alasan. Memang sebagian kecil oknum guru yang menyimpang
dari kode etiknya. Anehnya lagi kesalahan sekecil apa pun yang diperbuat guru
memancing reaksi yang begitu hebat dimasyarakat. Hal ini dapt dimaklumi karena
dengan adanya sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogyanya menjadi
anutan dari masyarakat.
Sebetulnya berbagai permasalahan yang
terjadi tidak seharus guru yang dijadikan sebagai kambing hitamnya akan tetapi
masyarakat harus mamu memandang lebih luas akan persoalan yang terjadi.
Salah satu komponen yang sering
dijadikan sasaran penyebab menurunnya mutu pendidikan ialah kurikulum dan saat
ini mulai diterapkan kurikulum berbasis kompotens dan kompetensi tingkat satuan
pendidikan maksudnya kurikulum sebagai rujukan pengalaman belajar yang
diarahkan bagi tercapainya penguasan kompetensi. Dalan hal ini diperlukan
sekurang-kurangnya lima pemain yang dapat menentukan maju mundurnya mutu
pendidikan. Diantaranya masyarakat lokal, orang tua, beserta didik, Negara dan
pengelola profesional pendidikan.
Dengan posisinya sebagai tenaga utama
kependidikan, dipundak gurulah peran sentral kemajuan pendidikan dipercayakan.
Dengan posisinya digarda terdepan yang bersentuhan langsung dengan peserta
didik, pern dan tanggung jawab guru sungguh fital dalam membawa peningkatan
mutu pendidikan. Sebagai pelaku utama yang berada dilini terdepan dalam proses
pembelajaran, maka didikan, bimbingan dan pelatihan yang diberikan guru kepad
peserta didik menjadi penentu dalam menghantar kesuksesan pendidikan.
Jalan utama untuk mensukseskan
pendidikan adalah meningkatkan kualitas profesionalisme guru dan hanya pada
guru prfesional sebagai tenaga profesi dalam bidang pedidikan yang dapat
menjalankan tugasnya membangun mutu pendidikan dengan lingkup tugasnya yang
demikian ditengah tuntutan tugas yang terus berkembang sejalan dinamika
perkembangan iptek, dan kian kian kiatnya harapan terhadap pemenuhan kebutuhan
untuk membentuk kompetensi peserta didik, maka hanya guru yang memiliki
kompeten profesional yang dapat menerjemahkan dan mewujudkan harapan
peningkatan kualitas pendidikan. Pintu kerbang untuk melahirkan sosok guru
profesional tersebut berada dipundak lembaga pendidikan tenaga kependidikan
(LPTK).
Kompetensi profesional guru ditunjukkan
pula oleh kemampuan guru dalam megembangkan materi studi yang diajarkan dalam
bentuk penelitian dan secara nyata menghasilkan karya-karya produktif sepreti
penulisan bahan ajar, termasuk menulis buku yang berkaitan dengan meteri yang
diajarkan. Materi yang dikuasai bukan hanya sekedar materi ajar yang di ajarka
sekolah sesuai sabaran dalam kurikulum sekolah, melainkan pula materi yang
memayunginya. Dengan menguasai materi yang memayunginya, maka diharapkan guru
akan mampu menjelaskan materi ajar dengan baik, dengan ilustrasi jelas dan
landasan yang mapan, dan dapat memberikan contoh yang kontekstual. Di samping
itu, dikuasai pula struktur keilmuan dari bidang keahliannya.
Dengan meningkatkan dedikasi, loyalitas
dan profesionalisme guru akan memilki dampak positif terhadap kinerja dan
prestasi guru. Pada akhirnya juga akan berdampak pada peningkatkan kualitas
sebagai kontribusinya dalam kegiatan pembangunan bangsa. Prestasi kerja guru
ini sangat penting karena merupakan wujud dari harkat dan martabat guru yang
mulia dalam mengabdi pada kemanusiaan dan kesetiaan pada bangsa dan Negara.
Selain itu mimang harus diakui bahwa
dalam proses membangun sebuah bangsa kontribusi pemikiran menjadi modal utama.
Makanya pembangunan SDM menjadi hal penting dalam proses tersebut. Dan dalam
melakukan hal tersebut kegiatan yang terorganisir menjadi penting dilakukan
dalam mempermudah menjcapai apa yang dinginkan. Termasuk oleh seorang guru,
sebagai salah satu pilar penting dalam pendidikan.
Dalam proses tersebut PGRI-lah sebagai
salah satu organisasi guru yang tepat untuk menjadi media dalam melakukan
proses. Sebab peningkatan profesionalisme guru juga merupakan cita-cita luhur
yang juga diperjuangkan oleh PGRI. Melalui program dan aktifitas lainnya yang
telah diorganisir dengan rapi PGRI menjadi salah satu organisasi yang akan
tetap mengawal lahirnya guru-guru profesional. Sederhananya PGRI merupakan
organisasi yang berjuang dalam meningkatkan profesionalisme guru, selain dari
memperjuangkan kesejahteraan guru.
DAFTAR PUSTAKA
R.
Iyeng Wiraputra. Aneka Masalah Pendidikan dan Kepemimpinan Fakultas Ilmu
Pendidikan . IKIP Bandung, 1982
Sugeng
Santoso, Problematik Pendidikan dan Cara Pemecahannya.Jakarta Kreasi
Pena Gading, 2000
Sanusi.
Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan.PPS
IKIP Bbandung, 1990
Soebagioatmodiwiryo.Manajemen
Pendidikan Indonesia. Jakarta : PT. Ardadizya-Jaya, 2000
Uzer Usman,
M. 2006. Menjadi Guru
Profesional, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, , Cet. Ke-20.
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.
Post a Comment for "PERAN PGRI DALAM MEMPERJUANGKAN NASIB GURU DAN MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU"
Komentar/ informasi anda sangat kami butuhkan