PERJUANGAN PGRI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
RAYANDRA SUSANTO, M.Pd.
Abstrak
Dalam
undang-undang No. 14/2005 tentang guru dan dosen sebagai landasan yuridis eksistensi Profesi
Guru dan Dosen.
Profesiguru
memiliki konsekuens yang erat diemban,
bukan saja kompetensi paedagogik,
kepribadian, sosia dan profesional, melainkan
juga melekat apa yang disebut sebagai kaum intelektual atau komunitas professional, terpelajar. Guru adalah golongan kaum profesional dan intelektual.
Nasib profesional guru tidaklah secepat cemerlang profesi yang telah ada dulu.
KATA KUNCI : Profesi
guru, profesionalisme, kompetensi guru.
Dalam rangka turut serta mencerdaskan
kehidupan bangsa, peranan guru sangat penting sekali untuk membentuk sumber
daya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia. Kita sadari, bahwa peran
guru sampai saat ini masih eksis, sebab sampai kapanpun posisi atau peran guru
tersebut tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin sehebat apapun,
mengapa ? Karena, guru sebagai seorang pendidik juga membina sikap mental yang
menyangkut aspek-aspek manusiawi dengan karakteristik yang beragam dalam arti
berbeda antara satu siswa dengan lainnya. Banyak pengorbanan yang telah
diberikan oleh seorang guru semata-mata ingin melihat anak didiknya bisa
berhasil dan sukses kelak. Tetapi perjuangan guru tersebut tidak berhenti
sampai disitu, guru juga merasa masih perlu meningkatkan kompetensinya agar
benar-benar menjadi guru yang lebih baik dan lebih profesional terutama dalam
proses belajar mengajar sehari-hari.
Pada dasarnya terdapat seperangkat
tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai
pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya.
Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih
terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Namun, dibalik itu semua juga tersirat
suatu dilema profesi ini dimana seringkali guru tidak menerima penghargaan
ataupun perlakuan yang sebanding dengan apa yang telah dikorbankan. Sebagai
seorang yang berprofesi sebagai seorang guru apakah yang harus kita lakukan?
Bagaimana pula sebaiknya kita menyikapi hal ini dengan lebih arif dan
bijaksana? Karangan ini hanyalah sebuah tulisan, namun dengan tulisan ini,
penulis bisa berharap dapat memberikan masukan untuk merefleksikan kembali
pilihan kita.
Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin
"Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan
pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi:
kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah
yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit
profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan
sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
Jabatan guru dapat dikatakan sebuah
profesi karena menjadi seorang guru dituntut suatu keahlian tertentu (mengajar,
mengelola kelas, merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat
memiliki nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan
lain. Namun dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda
dari pekerjaan lain, profesi guru termasuk ke dalam profesi khusus selain
dokter, penasihat hukum, pastur. Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi
dalam suatu bentuk pelayanan manusia atau masyarakat. Orang yang menjalankan
profesi ini hendaknya menyadari bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya, ia dan
keluarganya harus hidup akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan
nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaannya
untuk melayani sesama.
Di lain pihak profesi guru juga disebut
sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa seorang guru
dalam melaksanakan profesinya dituntut adanya budi luhur dan akhlak yang
tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat dianggap wajib juga membantu tanpa
imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain hakikat profesi luhur adalah
pengabdian kemanusiaan.
Professional
Professional yaitu seorang guru, yang
ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya dituntut bukan hanya sekedar mampu
menransfer keilmuan ke dalam diri anak didik, tetapi juga mampu mengembangkan
potensi yang ada dalam diri poserta didik. Maka, bentuk pembelajaran kongkret
dan penilaian secara komprehensif diperlukan untuk bisa melihat siswa dari
berbagai perspektif. Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang wajib
dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang
telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang
berbeda.
Kepedulian untuk mengembangkan
kemampuan afektif, emosional, social dan spiritual siswa, sesuatu yang vital
untuk bisa melihat kelebihan atau keungulan yang terdapat dalam diri anak.
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan
aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.
Di atas telah dijelaskan tentang
mengapa profesi guru sebagai profesi khusus dan luhur. Berikut akan diuraikan
tentang 2 tuntutan yang harus dipilih dan dilaksanakan guru dalam upaya
mendewasakan anak didik. Tuntutan itu adalah:
1.
Mengembangkan visi anak didik tentang apa yang baik untuk
pengembangan bakat anak didik.
2. Mengembangkan potensi umum sehingga
dapat bertingkah laku secara kritis terhadap pilihan-pilihan. Anak didik mampu
mengambil keputusan untuk menentukan mana yang baik atau tidak baik.
Apabila seorang guru dalam kehidupan
pekerjaannya menjadikan pokok satu sebagai tuntutan yang dipenuhi maka yang
terjadi pada anak didik adalah suatu pengembangan konsep manusia terhadap apa
yang baik dan bersifat ekslusif. Maksudnya adalah bahwa konsep manusia terhadap
apa yang baik hanya dikembangkan dari sudut pandang yang sudah ada pada diri
siswa sehingga tak terakomodir konsep baik secara universal. Dalam hal ini,
anak didik tidak diajarkan bahwa untuk mengerti akan apa yang baik tidak hanya
bertitik tolak pada diri siswa sendiri tetapi perlu mengerti konsep ini dari
orang lain atau lingkungan sehingga menutup kemungkinan akan timbulnya visi
bersama akan hal yang baik. Berbeda dengan tujuan yang pertama, tujuan yang
kedua lebih menekankan akan kemampuan dan peranan lingkungan dalam menentukan
apa yang baik tidak hanya berdasarkan pada diri namun juga pada orang lain
berikut akibatnya.
Di lain pihak guru mempersiapkan anak
didik untuk melaksanakan kebebasannya dalam mengembangkan visi apa yang baik
secara konkrit dengan penuh rasa tanggung jawab di tengah kehidupan
bermasyarakat. Komitmen guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan mengajar
yang kedua lebih lanjut diuraikan bahwa guru harus memiliki tanggung jawab
terhadap apa yang ditentukan oleh lembaga sekolah. Sekolah selanjutnya akan
mengatur guru, pelajaran dan siswa supaya mengalami proses belajar mengajar
yang berlangsung dengan baik dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan.
Namun demikian, sekolah juga perlu memberikan kebebasan bagi guru untuk
mengembangkan, memvariasikan, kreativitas dalam merencanakan, membuat dan
mengevaluasi sesuatu proses yang baik artinya guru mempunyai kewenangan. Hal
ini menjadi perlu bagi seorang yang profesional dalam pekerjaannya.
Masyarakat umum juga dapat membantu
guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena
masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap `proses' anak didik. Masyarakat
dapat mengajukan saran, kritik bagi lembaga sekolah. Lembaga sekolah boleh saja
mempertimbangkan atau menggunakan masukan dari masyarakat untuk mengembangkan
pendidikan tetapi lembaga sekolah atau guru tidak boleh bertindak sesuai dengan
kehendak masyarakat karena hal ini menyebabkan hilangnya profesionalitas guru
dan otonomi lembaga sekolah atau guru. Dengan demikian, pemahaman akan visi
pekerjaan sesuai dengan etika moral profesi perlu dipahami agar tuntutan yang
diberikan kepada guru bukan dianggap sebagai beban melainkan visi yang akan
dicapai guru melalui proses belajar mengajar. Guru perlu diberikan otonomi
untuk mengembangkan dan mencapai tuntutan tersebut.
Dua Prinsip Etika Profesi Luhur
Tuntutan dasar etika profesi luhur yang
pertama ialah agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. "Seluruh ilmu dan
usahanya hanya demi kebaikan orang. Menurut keyakinan orang dan menurut
aturan-aturan kelompok, para profesional wajib membaktikan keahlinan mereka
semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung
ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari
seorang profesional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas
kepentingan klien."
Yang kedua adalah bahwa para pelaksana
profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati dan
diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak
disalahgunakan. Selanjutnya hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat
fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk
menjalankan tugasnya dalam ke-adaan apapun tetap menjunjung tinggi tuntutan
profesinya.
Kesimpulannya adalah jabatan guru juga
merupakan sebuah profesi. Namun demikian profesi ini tidak sama seperti
profesi-profesi pada umumnya. Bahkan boleh dikatakan bahwa profesi guru adalah
profesi khusus luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan
menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi
kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah
diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka
Tantangan Profesi Guru
(1) Perkembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka
meningkatkan profesionalisme guru, terjadinya
revolusi teknologi informasi merupakan sebuah
tantangan yang harus mampu dipecahkan secara
mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan
mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem
pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal
demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan
sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat.
Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang
dilandasi oleh ilmu pendidikan
dengan dukungan berbagai
pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan.
Perkembangan
teknologi (terutama teknologi
informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga
pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya
pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan
waktu. Peran guru juga tidak akan
menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak
sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk
belajar.
Teknologi mempunyai
gagasan mereformasi sistem pendidikan masa depan. Apabila anak
diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan
menjalani kehidupannya dengan berani dan
percaya diri atas fasilitasi lingkungannya
(keluarga dan masyarakat) serta peran
sekolah tidak hanya menekankan untuk mendapatkan
nilai-nilai ujian yang baik saja, maka
akan jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa
depan. Orientasi pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar
lulusan suatu sekolah dapat cukup
pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi
juga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan
konsep tentang sekolah di masa yang akan datang,
menurutnya akan berubah secara drastis.
Secara fisik, sekolah tidak perlu lagi
menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan
besar, tenaga yang banyak dan perangkat lainnya.
Sekolah harus bekerja
sama secara komplementer dengan sumber belajar
lain terutama fasilitas internet yang telah
menjadi “sekolah maya”. Bagaimanapun kemajuan
teknologi informasi di masa
yang akan datang, keberadaan sekolah tetap akan
diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak dapat menghapus sekolah,
karena dengan alasan telah ada teknologi
informasi yang maju.
Ada sisi-sisi
tertentu dari fungsi dan
peranan sekolah yang tidak
dapat tergantikan, misalnya hubungan
guru-murid dalam fungsi
mengembangkan kepribadian atau membina
hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi
sosial, dan lain-lain. Teknologi informasi hanya
mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber belajar atau
sumber bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara
klasikal, lalu dapat diubah menjadi pembelajaran yang
diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat
diakses oleh siapapun dari manapun secara individu. Inilah
tantangan profesi guru. Apakah perannya
akan digantikan oleh teknologi informasi, atau
guru yang memanfaatkan teknologi informasi
untuk menunjang peran profesinya.
Dunia pendidikan harus
menyiapkan seluruh unsur dalam sistim pendidikan agar tidak
tertinggal atau ditinggalkan oleh perkembangan
teknologi informasi tersebut. Melalui penerapan
dan pemilihan teknologi informasi yang
tepat (sebagai bagian dari teknologi pendidikan),
maka perbaikan mutu yang berkelanjutan
dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung
terus menerus secara konsisten/konstan akan
mendorong orientasi pada perubahan untuk
memperbaiki secara terus menerus dunia
pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat
menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan karena
mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan menjadi peluang
yang baik bila lembaga
pendidikan mampu menyikapi
dengan penuh keterbukaan dan berusaha
memilih jenis teknologi informasi yang
tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan
jenis media sebagai bentuk aplikasi
teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat
dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita.
(2) Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Pendidikan
Kini, paradigma pembangunan yang
dominan telah mulai bergeser ke paradigma desentralistik. Sejak
diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah
Daerah maka menandai perlunya desentralisasi
dalam banyak urusan yang semula dikelola
secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo (dalam Jalal dan
Supriyadi, 2001), bahwa salah satu tujuan
dari desentralisasi adalah untuk
meningkatkan pengertian rakyat serta
dukungan mereka dalam kegiatan
pembangunan dan melatih rakyat
untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini
artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam
pembangunan (termasuk dalam pengembangan
pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka
selebar-lebarnya.
Bergesernya paradigma
pembangunan yang sentralistik ke desentralistik
telah mengubah cara pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai bagian dari
kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara.
Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi
pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih
hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang
lebih luas. Dengan demikian, masyarakat
harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian
mengatasi masalah yang
dihadapinya, baik secara individual maupun
secara kolektif.
Belajar dari pengalaman
bahwa ketika peran pemerintah sangat
dominan dan peranserta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka
masyarakat justru akan terpinggirkan dari proses
pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi
masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda
pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era
globalisasi. Peran serta masyarakat harus lebih
dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban.
Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap
isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan
harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda
dan urutan prioritas pembangunan bagi
dirinya atau kelompoknya. Desentralisasi adalah
penyerahan sebagian otoritas pemerintah pusat
ke daerah, untuk mendistribusikan
beban pemerintah pusat ke
daerah sehingga daerah dan
masyarakatnya ikut menanggung beban tersebut.
Tujuannya adalah: (1) mengurangi beban pemerintah
pusat dan campur tangan tentang
masalah-masalah kecil di tingkat lokal,
(2) meningkatkan partisipasi
masyarakat, (3) menyusun program-program
perbaikan pada tingkat lokal yang lebih realistik, (4) melatih rakyat mengatur
urusannya sendiri, (5)membina kesatuan
nasional yang merupakan motor
penggerak memberdayakan daerah. Dalam
desentralisasi pendidikan, pemerintah
pusat lebih berperan dalam
menghasilkan kebijaksanaan mendasar
(menetapkan standar mutu pendidikan secara
nasional), sementara kebijaksanaan operasional
yang menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat
daerah bahkan sekolah.
Kurikulum dan proses
pendidikan dalam kerangka otonomi daerah,
ada bagian yang perlu dibakukan secara nasional, tetapi hanya terbatas
pada beberapa aspek pokok, yaitu: (1) Substansi pendidikan yang berada dibawah
tanggungjawab pemerintah, seperti PKN, Sejarah Nasional,
Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia; (2)
Pengendalian mutu pendidikan, berdasarkan standar
kompetensi minimum; (3) Kandungan minimal
kompeteten setiap bidang studi, khususnya yang
menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4) Standar- standar teknis
yang ditetapkan berdasarkan standar mutu pendidikan.
Program-program
pembelajaran di sekolah berupa
desain kurikulum dan pelaksanaannya,
kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada
pengadaan kebutuhan sumber daya untuk suatu
sekolah agar dapat berjalan lancar,
tampaknya harus sudah mulai diberikan ruang partisipasi bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian pula
di lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut harus dibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih pada pemerintah sebagai penyelenggara negara.
di lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut harus dibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih pada pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Cara untuk penyaluran
partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara
sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah
atau komunitas tempat masyarakat dan
lembaga pendidikan itu berada.
Kondisi ini menuntut kesigapan
para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi
peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan
partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak
masyarakat (termasuk orang tua dan
kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar
untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan.
Sebagai contoh tentang partisipasi
dunia usaha/industri pada era otonomi daerah. Mereka tidak bisa tinggal diam
menunggu dari suatu lembaga pendidikan/sekolah sampai dapat meluluskan
alumninya, lalu menggunakannya jika menghasilkan output yang baik dan
mengkritiknya jika terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia
usaha/industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab untuk
menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian juga
kelompok-kelompok masyarakat lain, termasuk
orang tua siswa. Dengan
cara seperti itu, maka mutu
pendidikan suatu lembaga pendidikan akan
menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga
pendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat.
Kode Etik Guru
KODE ETIK GURU INDONESIA
Cara indonesia menyadari bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa bangsa dan
negara kemanusiaan pada umumnya guru indonesia yang berjiwa pancasila dan setia
pada undang-undang turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
proklamasi kemerdekaan repoblik indonesia oleh sebab itu guru indonesia
terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai
berikut:
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk
manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
2.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional
3.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
4.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan
6.
Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan
dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
7.
Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanana nasional
8.
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
9. Guru melaksanaakn segala kebijakan
pemerintah dalam pendidikan.
Tanggung Jawab PGRI Dalam Profesionalisme Guru
Peningkatan profesionalisme seorang
guru mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara
mikro dan makro. Secara mikro guru bertanggung jawab dalam meningkatkan tingkat penguasaan siswa
terhadap materi yang diajarkan di sekolah untuk dapat diterapkan dalam
lingkungannya. Seorang guru harus pandai dalam memilih metode yang cocok untuk
penyampaian materi terhadap siswa agar usaha guru tidak sia-sia. Metode yang
dipilih adalah metode yang sekiranya mudah dimengerti oleh siswa dan tidak
sulit dalam menyampaikannya. Guru banyak berperan
dalam pencapaian tujuan pembelajaran di kelas. Selain itu guru juga menjadi agent of change terhadap perubahan pola
pikir, sikap, tingkah laku, skill/ keterampilah maupun pengembangan bakat dan
kreativitas peserta didik. Adanya beberapa siswa yang berhasil dalam mengikuti
berbagai perlombaan mata pelajaran (olimpiade), berhasil dan berprestasi dalam
bidang olah raga juga merupakan wujud dari hasil bimbingan dan didikan dari
seorang guru. Secara makro guru dapat berperan dalam pencapaian tujuan
pendidikan sekolah, tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan
nasional yang dicanangkan oleh pemerintah. Karena guru adalah tenanga
operasional yang bersinggungan langsung dengan program pendidikan nasional
(pelaksana proses pembelajaran yang menjadi akar fundamental dari pendidikan).
Sebagai
petugas profesi, guru berperan vital dalam menentukan maju mundurnya
pendidikan. Guru merupakan pejuang terdepan dalam memajukan pendidikan, karena
guru berhadapan langsung dengan peserta didik sebagai peserta didikan yang akan
dikembangkan segenap kemampuannya. Tolok ukur keberhasilan dalam kemajuan
pendidikan adalah keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas-tugas
belajar, dimilikinya budi pekerti yang luhur, sikap dan perilaku yang
meningkat, keterampilan dan skill yang memadai. Untuk itu dalam upaya memajukan
pendidikan bimbingan, arahan, didikan, pelatihan dan keteladanan dari seorang
guru juga menjadi penentu dalam mengantarkan kemajuan pendidikan.
Dalam
mengembangkan tugas keprofesiannya guru tidak dapat berdiri sendiri, guru tidak
akan memperoleh perlindungan dan bantuan hokum, guru tidak akan memeroleh
hak-haknya sebagai guru dan guru tidak dapat mengembangkan kualifikasi
pendidikannya tanpa adnya sinergi dengan organisasi profesinya. PGRI sebagai
organisasi profesi guru bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak guru sebagai
petugas profesi. Sebagai anggota PGRI guru juga berhak mendapatkan perlakuan
tanggung jawab dari PGRI. Adapun hak-hak guru yang menjadi tanggung jawab PGRI
adalah sebagai berikut:
Guru
sebagai anggota dari PGRI berhak mendapatkan perlindungan hukum, bantuan hukum,
hak untuk diperjuangkan nasib dan kesejahterannya, mengawal dalam meningkatkan
keprofesionalannya, serta mendukung setiap guru dalam meningkatkan kualifikasi
pendidikannya. Dalam hal ini PGRI harus berpartisipasi aktif sebagai organisasi
profesi dan bertanggung jawab ikut secara aktif dan konstruktif dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan guru sebagai anggota terdepan PGRI yang
dapat memahami dan memperjuangkan hak-hak guru. Bentuk partisipasi aktif PGRI
adalah tugas dan tanggung jawab PGRI sebagai organisasi Profesi. Hak-hak guru
sebagaimana yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
guru akan terwujud dengan partisipasi aktif dari PGRI. Hak-hak tersebut adalah
sebagai berikut:
Dalam
melakasanakan tugas keprofesionalannya dalam bidang pendidikan, guru berhak
mendapatkan promosi sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja. Promosi tersebut berupa kenaikan pangkat dan atau kenaikan
jenjang jabatan. Guru memiliki kebebasan memberikan penilaian hasil belajar
kepada peserta didiknya. Penilaian yang diberikan sesuai dengan standar
penilaian pendidikan yang diatur dengan peraturan perundabg-undangan. Guru ikut
menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Guru memiliki kebebasan memberikan
penghargaan kepada peserta didiknya yang terkait dengan prestasi akademik dan
atau prestasi non-akademik.
Guru
memiliki kebebasan dalam memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang
melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis
maupun tidak tertulis yang ditetapkan oleh guru, peraturan tingkat satuan
pendidikan, peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada
dinawah kewenangannya. Sanksi yang diberikan berupa teguran dan atau
peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik
sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan
perundang-undangan.
Guru
berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman
dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan,
organisasi profesi guru, dan atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas diperoleh guru
melalui perlindungan hukum; profesi; serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan,ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan atau pelanggaran lain yang dapat menghambat
guru dalam melaksankan tugas.
Guru
juga berhak mendapatkan perlindugan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan
pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja dan atau resiko lain. Guru memperoleh perlindungan
dalam melaksanakan hak atau kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Guru
berhak memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran yang
disediakan oleh satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, pemerintah daerah
dan pemerintah. Dalam memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan, guru wajib
mentaati peraturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, penyelenggra
pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah; serta tidak meniadakan hak guru
untuk memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasaranan pembelajaran.
Guru
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi guru. Kebebasan
berserikat dalam organisasi profesi guru dilaksanakan dengan tetap mengutamakan
pelaksanaan tugas proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Guru
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di
tingkat satuan pendidikan; kabupaten atau kota; provinsi; dan nasional.
Kesempatan
untuk berperan dalam penentuan kebijakan ditingkan satuan pendidikan meliputi:
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya; penetapan
kalender pendidikan di tingkat satuan pendidikan; penyusunan rencana strategis;
penyampaian pendapat menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban anggaran
dan pendapatan belanja sekolah; penyusunan anggran tahunan satuan pendidikan;
perumusan kriteria penerimaan peserta didik baru; perumusan criteria kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan penentuan buku teks pelajaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kesempatan
untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten atau
kota meliputi: saran atau petimbangan tertulis atau lisan dalam penyusunan rencana
strategis bidang pendidikan; dan kebijakan operasional pendidikan daerah
kabupaten atau kota. Kesempatan itu dapat disampaikan secara kolektif melalui
organisasi profesi guru, yaitu PGRI. Disamping itu melalui PGRI, guru dapat
mengontrol kebijakan pendidikan ditingkat kabupaten atau kota.
Kesempatan
untuk dapat berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat provinsi
meliputi saran atau pertimbangan tertulis aatau lisan dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan; menyusun rencana strategis
bidang pendidikan; dan kebijakan operasional pendidikan daerah provinsi.
Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan tingkat nasional
meliputi saran atau pertimbangan tertulis atau lisan dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan; penyusunan rencana srtrategis di
bidang pendidikan; dan kebijakan operasional pendidikan tingkat nasional. Saran
atau pertimbangan tertulis ataupun lisan dan disampaikan baik secara saran atau
pertimbangan tertulis ataupun lisan dan disampaikan baik secara individual,
kelompok atau melalui organisasi profesi guru, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Guru
memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik
dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi
dalam bidangnya. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru
yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan dalam rangka memenuhi
ketentuan minimal guru.
Guru
diangkat pemerintah atau pemerintah daerah berhak memperoleh cuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Guru yang diangkat satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh cuti sesuai dengan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Selain cuti, guru dapat
memperoleh cuti studi yang bertujuan untuk pengembangan keprofesiannya, paling
lama enam bulan dengan tetap memperoleh hak gaji penuh. Ketentuan lebih lanjut
mengenai cuti xtudi untuk pengembangan keprofesian diatur dengan peraturan
menteri. (Musaheri, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Yasin. Standar
Kemampuan Profesional Guru SD. IKIP Malang , 1998
Musaheri, 2009. Ke-PGRI-an.
Jogjakarta: DIVA Press
Supriyadi, Dedi. 1999. Menggangkat Citra
dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Syamsudin, Abin. 2006. Profesi Keguruan. Jakarta: UT
Tilaar, H.A.R. 2001. Manajemen Pendidikan
Nasional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Tilaar, H.A.R. 2005. Paradigma Baru Pendidikan Nasional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Undang-undang No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen. Jakarta : Depdiknas
SANGAT BERGUNA_trims
ReplyDelete