Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Meningkatkan Kompetensi Siswa Melalui Kecerdasan Emosional Berbasis Scientific



A. Pendahuluan
Kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin maju dan berkembang, ketika mampu mengedepankan pendidikan sebagai langkah strategis meningkatkan SDM di berbagai sektor. Dengan pendidikan, setiap  bangsa akan mampu  memajukan karakter, kebudayaan nasional dan mengangkat derajat bangsa Indonesia di dunia internasional. Sebagaimana pernah diungkapkan Daoed Joesoef dikutip M. Joko Susilo (2007) “pendidikan merupakan alat yang menentukan sekali untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia,”. 
          Pentingnya peran pendidikan dalam memajukan bangsa dapat kita lihat di beberapa negara maju (developed  countries), seperti Amerika, Australia, Inggris, Jerman, Jepang dan negara lainnya. Mereka sangat menghargai pendidikan dan mengeluarkan dana yang sangat signifikan untuk membangun pendidikan sehingga bisa menjadi negara yang berteknologi tinggi.
        Upaya meningkatkan mutu pendidikan formal pada satuan pendidikan dasar dan menengah di negara Indonesia, telah dilakukan sejak diberlakukannya kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 (Munandir, 2001), melalui terapan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang dirintis melalui Proyek Peningkatan Pendidikan Guru (P3G) yang berlangsung dari tahun 1977-1984 (Raka Joni, 2005b). Perkembangan selanjutnya kurikulum tahun 1975 diganti dengan kurikulum 1984 yang bercirikan penerapan sistem kredit semester, kemudian kurikulum 1994, yang terakhir kurikulum 2004 bercirikan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang dipertajam dengan kurikulum tahun 2006 yang diberi label KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).
         Di sisi lain, implementasi KTSP yang didasarkan pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, di mana pengembangan diri sebagai salah satu materi kurikulum SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang bersifat non mata pelajaran yang bertujuan memberikan kesempatan kepada subyek didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler, mengundang wacana publik pro dan kotra yang berakar pada terjadinya penafsiran makna pengembangan diri sesuka hati. Dampaknya adalah menyemaikan terjadinya kesalahpahaman makna pengembangan diri pada praksis pendidikan di sekolah.
         Pengembangan diri sebagai salah satu materi kurikulum non mata pelajaran yang teruraikan di atas sejalan dengan pandangan Gardner (1993;2006) tentang kecakapan hidup (life skills/soft skills) sebagai dimensi kompetensi social-– kecerdasan interpersonal dan intrapersonal (personal intelligence). Goleman (1995) menyebutnya sebagai kecerdasan emosional (emotional intelligence). Dalam praksis pendidikan di sekolah, kecerdasan emosional lazimnya dipandang sebagai salah satu potensi penting subyek didik yang turut memberikan kontribusi dalam pembentukan dan pengembangan kompetensi lulusan lembaga pendidikan formal yang merupakan pengejawantahan dari terwujudnya tujuan utuh pendidikan.  
           Saat ini Kurikulum 2013 menjadi pilihan untuk tetap pada tujuan semula, meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia secara umum. Kurikulum berbasis scientific ini menjadi acuan untuk dapat merencanakan dan melaksanakan KBM di sekolah. Beragam kegiatan dilakukan oleh pemerintah untuk sesegera mungkin menerapkannya dalam dunia pendidikan, khususnya KBM. Mulai dari sosialisasi, workshop, seminar dan diklat dilakukan untuk memberikan bekal pemahaman dan teknis pelaksanaan kepada segenap pemangku kepentingan.
         Pendekatan scientific diyakini dapat meningkatkan kemapuan siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan, terutama dengan pendekatan ini mampu meningkatkan  soft skill dan hard skill melalui EQ. Menurut Raka Joni (2007b) pembelajaran yang mendidik merupakan pembelajaran yang digelar  guru, di mana guru memilah antara kemampuan yang terbentuk sebagai hasil langsung pembelajaran (instructional effects) dengan kemampuan termasuk sikap yang terbentuk sebagai dampak yang mengiringi akumulasi pengalaman belajar yang dihayati oleh subyek didik (nurturant effects).

B. Pembahasan
1. Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran
         Hasil penelitian yang dilakukan Gottman (1997) selama sepuluh tahun pada lebih dari 120 keluarga di AS,  ditemukan bahwa anak-anak yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, lebih sehat fisiknya, dan lebih baik prestasinya di sekolah serta cenderung menjadi orang dewasa yang sehat secara emosional. Temuan penelitian ini menunjukkan bagi kita tentang betapa pentingnya kapasitas kecerdasan emosi seseorang di dalam melakukan aktivitas pribadi dan aktivitas yang melibatkan hubungan sosial, seperti aktivitas pembelajaran di sekolah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional (emotional intelligence) merupakan suatu konsep tentang potensi individu yang digagas oleh Goleman yang memfokuskan pada satuan kapasitas manusia yang krusial, yaitu kemampuan individu untuk mengatur emosinya dan untuk melakukan hubungan yang positif (Goleman, 2006).
         Dalam pandangan Joyce dan Weil (1972) pembelajaran merupakan proses yang mana guru dan para siswa secara bersama menciptakan suatu lingkungan yang mencakup seperangkat nilai-nilai dan keyakinan (yaitu persetujuan tentang sesuatu yang penting) yang mewarnai pandangan mereka tentang realita. Pembelajaran dirancang sebagai suatu proses penciptaan lingkungan yang memicu terjadinya hubungan antar pribadi. Dalam konteks ini penguasaan keterampilan untuk mengekspresikan emosi dapat menular kepada orang lain yang bisa berlangsung secara diam-diam pada setiap sesi pembelajaran. Demikian juga, penerimaan atas pengiriman emosi akan diikuti dengan cara yang tidak kentara. Hal pokok yang dapat menentukan pelibatan hubungan emosi antar subyek didik dan guru adalah sinkroni, yaitu intensitas yang menunjukkan seberapa jauh hubungan mereka. Suatu contoh, semakin erat transaksional guru-murid, akan semakin kuat intensitas perasaan bersahabat, bahagia, antusias, minat, dan keterbukaan mereka ketika melakukan interaksi.
         Berdasarkan berbagai pandangan tersebut, pembelajaran dalam perspektif kecerdasan emosional, merupakan perangkat yang secara tidak langsung terjadi peristiwa pematangan emosi yang berlangsung dalam suasana interaksional guru-murid. Dengan kata lain, tanpa disadari dalam peristiwa pembelajaran terjadi pematangan emosi subyek didik sebagai dampak pengiring (nurturant effects). Untuk menunjang hal demikian ini, Gottman dan DeClaire (1997) menyarankan lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam memicu pengembangan kecerdasan emosi subyek didik, yaitu: (1) memahami dan menerima emosi setiap subyek didik, (2) mengenali emosi sebagai peluang untuk menjadi akrap dan untuk mengajar, (3) mendengarkan dengan penuh empati dan menegaskan perasaan-perasaan subyek didik, (4) membantu subyek didik untuk memberi label emosi-emosi dengan kata-kata, dan (5) menentukan batas-batas sambil membantu subyek didik memecahkan masalahnya.       

2. Konsep Pembelajaran yang Mendidik
2.1. Definisi pembelajaran yang mendidik
         Menurut Raka Joni (2006;2007) pembelajaran yang mendidik adalah suatu pembelajaran yang terutama menyediakan lingkungan pembelajaran yang memfasilitasi pembentukan kemampuan subyek didik yang utuh. Guru memilah antara kemampuan subyek didik yang terbentuk sebagai hasil langsung pembelajaran (instructional effects), dengan kemampuan subyek didik termasuk sikap yang terbentuk sebagai dampak yang mengiringi akumulasi pengalaman belajarnya  (nurturant effects). 
         Oleh karenanya, taksonomi Bloom yang hanya memilahkan hasil belajar menjadi ranah kognitif, afektif dan psikomotor, untuk dapat diterapkan secara koheren dan produktif di bidang pendidikan perlu dimodifikasi sehingga lebih menampilkan secara terkait antara sasaran pembentukan dengan proses pembentukannya. Dengan modifikasi itu, maka diperoleh pengklasifikasian sebagai berikut: (1) Pengetahuan dan pemahaman, yang merupakan kemampuan di bidang kognitif yang terbentuk melalui berbagai bentuk pengkajian seperti mengikuti perkuliahan, mengeksplorasi serta mencernakan berbagai sumber, melakukan pengamatan lapangan dan penelitian, dan seterusnya; (2) Keterampilan, yang  berbeda dari pemikiran yang selama ini berkembang di tanah air, hal ini mencakup:  bidang emosional, sosial dan kognitif di samping psikomotorik, dan mempersyaratkan pelibatan subyek didik dalam berbagai bentuk serta tingkatan kemandirian pelatihan; dan (3) Sikap dan nilai, mempersyaratkan pelibatan yang intens dalam berbagai peristiwa (pelibatan pasif) dan kegiatan (pelibatan aktif) yang bersifat sarat nilai.

2.2. Tujuan pembelajaran yang mendidik
         Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, pembelajaran yang mendidik digagas sebagai solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sistem persekolahan. Sebagaimana yang dinyatakan Raka Joni (2007b) unjuk kerja pembelajaran yang mendidik bertujuan untuk mewujudkan tujuan utuh pendidikan sesuai dengan standar kompetensi lulusan masing-masing jenjang dan jenis pendidikan yang diejawantahkan pada tercapainya sosok lulusan yang memiliki karakter yang kuat serta menguasai soft skills dan hard skills sebagai individu warga masyarakat masa depan yang menghargai keragaman sebagai perekat integrasi bangsa serta pada saat yang sama juga memiliki landasan kemampuan yang tangguh sebagai daya saing tinggi, bukan saja di arena lokal dan nasional, bahkan juga di arena regional dan global.  
         Soft skills merupakan kecakapan-kecakapan hidup (life skills) dalam arti luas di antaranya; analytical thinking, problem solving, creativity and imagination, communicating (written and oral), collaborating, interpersonal skills, English, computer skills, independence of thinking, drive and motivation, and enthusiasm (Raka Joni, 2007b), serta karakter yang kuat yang terbentuk sebagai dampak pengiring pembelajaran yang mendidik (nurturant effects) (Raka Joni, 2007c). Hard skills adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh subyek didik sebagai dampak langsung pembelajaran yang mendidik (instructional effects).

3. Pendekatan Scientific dengan Komputer sebagai  Media Pembelajaran yang Mendidik
3.1. Tren teknologi komputer masa kini
         Penggunaan komputer di era sekarang sangat meluas, tidak hanya diterapkan pada dunia bisnis, pemerintahan, militer, dan lainnya, namun juga dalam bidang pendidikan formal (pendidikan pada sistem persekolahan) yang di dalamnya termasuk dirancang untuk menunjang penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. 
         Saat ini bangsa Indonesia dan dunia menghadapi era knowledge-based society di mana penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari (Michael A. Purwoadi dan Wenwen Ruswendi, 2005). Hal ini juga berpengaruh terhadap program pendidikan di sekolah, tidak terkecuali program pembelajaran yang elegan bila memanfaatkan teknologi komputer sebagai medianya.
         Penggunaan komputer dalam pembelajaran yang mendidik akan lebih menarik atensi para subyek didik sehingga mereka lebih dapat  melibatkan diri secara dinamis sepanjang rentang proses pembelajaran. Lebih dari itu, interaksi pembelajaran akan lebih meningkat sejalan dengan kecekatan guru dalam menerapkan setiap keputusan dan tindakannya atas respons unik subyek didik, sehingga komunikasi guru dengan subyek didik benar-benar diwarnai oleh suasana transaksional (Raka Joni, 2007b).

3.2. Media komputer
         Secara harfiah, kata media berarti alat atau sarana, misalnya jaringan komputer sebagai alat komunikasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Dalam pembelajaran yang mendidik, media komputer artinya komputer sebagai alat atau sebagai sarana untuk memudahkan atau memperlancar berlangsungnya aktivitas pembelajaran tersebut.
         Jogiyanto (2005) mengutip beberapa definisi komputer: (a) Komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan beberapa tugas; menerima input, memproses input sesuai dengan programnya, menyimpan perintah-perintah dan hasil dari pengolahan, serta menyediakan output dalam bentuk informasi; (b) Komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memrosesnya, dan menghasilkan output di bawah pengawasan suatu langkah-langkah instruksi-instruksi program yang tersimpan di memori (stored program); dan (c) Komputer adalah suatu pemroses data (data processor) yang dapat melakukan perhitungan yang besar dan cepat, termasuk perhitungan arithmatika yang besar atau operasi logika, tanpa campur tangan dari manusia dalam mengoperasikan selama pemrosesan.
         Maka dapat disimpulkan bahwa komputer merupakan media yang sedikitnya memiliki empat fungsi utama, yaitu: (a) menerima input; (b) memproses input sesuai dengan programnya; (c) menyimpan perintah-perintah dan hasil pengolahan, dan (d) menyediakan output dalam bentuk  informasi. Menerima input artinya komputer menerima masukan data; memproses input artinya data input diolah oleh komputer ke dalam suatu bentuk yang diinginkan sesuai instruksi-instruksi yang digunakan; menyimpan perintah-perintah dan hasil merupakan proses menjadikan data tersimpan di memori komputer (computer memory) dengan nama file tertentu; dan  menyediakan output dalam bentuk  informasi artinya merupakan proses kerja komputer untuk menjadikan data-data yang telah diproses diubah bentuknya ke dalam informasi yang dikehendaki pengguna (brainware). Dengan kata lain komputer merupakan media elektronik yang digunakan untuk memproses data, dan mengubah data menjadi informasi yang dibutuhkan oleh manusia.   

3.3. Tujuan penggunaan komputer dalam pembelajaran yang mendidik           
         Seperti yang penulis uraikan di atas, kedudukan penggunaan komputer dalam pembelajaran yang mendidik berperan sebagai media untuk lebih memudahkan dan mempercepat proses secara akurat, sehingga kualitas penyelenggaraan pembelajaran lebih dapat ditingkatkan.
         Berdasarkan paradigma pembelajaran yang mendidik yang digagas Raka Joni (2007c) atas amanat wawasan kependidikan agar guru memanfaatkan setiap keputusan serta tindakannya dalam mengelola pembelajaran untuk memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan utuh pendidikan, sementara menyampaikan pesan bidang studi yang tengah diacarakan secara kurikuler, maka tujuan penggunaan media komputer dalam pembelajaran yang mendidik dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu: (1) Memicu, mengembangkan dan menjaga keberlangsungan  intensitas; minat, atensi, motivasi subyek didik untuk lebih melibatkan diri dalam setiap sesi pembelajaran, yang antara lain diwujudkannya dalam keterlibatan melakukan ekplorasi secara lebih luas dalam tindakan pembelajaran dan aktivitas metakognisi (pengendalian cara berpikirnya); (2) Meningkatkan kualitas berlangsungnya penyelenggaraan pembelajaran yang antara lain diwujudkannya dalam interaksi yang intens, sehingga guru lebih cekatan dalam memperhitungkan respons unik subyek didik terhadap setiap keputusan serta tindakannya, sehingga komunikasi tersebut benar-benar diwarnai oleh suasana transaksional (Raka Joni, 2007b); (3) Memudahkan setiap subyek didik untuk mencerna materi pelajaran sebagai konteks; dan (4) Meningkatkan kemampuan guru dalam mengemas dan menyajikan materi pelajaran sebagai konteks serta memudahkannya melakukan update materi yang relevan dengan kebutuhan subyek didik dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, penggunaan media komputer dalam pembelajaran yang mendidik dimaksudkan untuk membantu tercapainya efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

4. Pembelajaran  yang  Mendidik dengan basis Scientific melalui Komputer
         Sebagaimana kelemahan paradigma pembelajaran dalam sistem persekolahan yang terjadi di beberapa sekolah, yang memfokuskan pada proses penerusan informasi (content transmission), pembelajaran yang mendidik menurut Raka Joni (2006b) terutama berupa penyediaan lingkungan pembelajaran yang memfasilitasi pembentukan kemampuan yang utuh, oleh karenanya Taksonomi Bloom yang hanya memilahkan hasil belajar menjadi ranah kognitif, afektif dan psikomotor, perlu dimodifikasi sehingga mengisyaratkan proses keterbentukannya menjadi (i) pengetahuan pemahaman yang diperoleh melalui pengkajian yang dilakukan dalam berbagai bentuk dan konteks, (ii) keterampilan baik kognitif dan personal-sosial maupun psikomotorik yang diperoleh melalui latihan, di samping (iii) sikap dan nilai serta kebiasaan yang diperoleh melalui penghayatan dalam keterlibatan dalam peristiwa yang sarat nilai dan/atau dalam kegiatan yang sarat-nilai, sehingga bermuara kepada terbangunnya karakter yang kuat.
      Penyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yang mencakup kemampuan; (i) merancang program pembelajaran yang memfasilitasi penumbuhan karakter serta soft skills di samping pembentukan hard skills, baik yang terbentuk sebagai dampak langsung dari tindakan pembelajaran (instructional effects) maupun sebagai dampak pengiring (nurturant effects), (ii) mengimplementasikan program pembelajaran dengan kewaspadaan penuh (informed responsiveness) terhadap peluang untuk menerjadikan optimasi antara pemanfaatan dampak instruksional dan dampak pengiring pembelajaran yang dibingkai dengan wawasan kependidikan sebagai asas pengendali (principles of reaction) untuk mencapai tujuan utuh pendidikan, (iii) mengakses hasil dan proses pembelajaran yang tercapai baik sebagai dampak langsung maupun dampak pengiring proses pembelajaran dalam konteks tujuan utuh pendidikan, dan (iv) memanfaatkan hasil asesmen terhadap proses dan hasil pembelajaran itu untuk perbaikan pengelolaan pembelajaran secara berkelanjutan, baik melalui tindakan remidial maupun pengayaan (Raka Joni, 2006a).
         Dari pola rancangan di atas, penggunaan komputer sebagai media pembelajaran yang mendidik dalam praksis pendidikan di sekolah, di antaranya adalah sebagai berikut:
4.1. Penggunaan multimedia presentasi
         Multimedia presentasi digunakan untuk membantu pengkajian materi pelajaran sebagai konteks yang sifatnya teoritis, yang digagas digunakan dalam pembelajaran yang mendidik. Pada umumnya penggunaan media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projector yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Kelebihan media ini adalah menggabungkan semua unsur media seperti teks, vidio, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa. Program ini dapat mengakomodasi subyek didik yang memiliki tipe visual, audiktif maupun kinestetik. Program aplikasi software komputer yang cukup populer di antaranya adalah PowerPoint dan Macromedia Flash MX 2004. Macromedia Flash adalah sebuah program animasi yang telah banyak digunakan para animator untuk menghasilkan animasi yang profesional. Macromedia Flash juga disebut sebagai program aplikasi yang paling fleksibel dalam pembuatan animasi, seperti animasi interaktif, game, company profile, dan movie serta tampilan animasi lainnya.
         Berbagai perangkat lunak yang memungkinkan presentasi dikemas dalam bentuk multimedia yang dinamis dan sangat menarik dan didukung oleh perkembangan sejumlah perangkat keras penunjangnya. Salah satu produk paling banyak memberikan pengaruh dalam penyajian bahan presentasi digital saat ini adalah perkembangan monitor, chard video, sound chard serta perkembangan proyektor digital (digital image projector) yang memungkinkan bahan presentasi dapat disajikan secara digital. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa pembelajaran dengan media komputer dapat meningkatkan motivasi belajar subyek didik, lebih efektif, dan tidak adanya batas ruang dan waktu belajar (Syaad Padmanthara, 2007).
4.2. Multimedia interaktif
         Multimedia interaktif merupakan suatu media pembelajaran berbasis komputer. Unsur-unsur multimedia interaktif secara lengkap mencakup sound, animasi, vidio, teks dan grafis (Rusman, 2007). Beberapa model multimedia interaktif berbasis komputer yang digagas diterapkan pada praksis pembelajaran yang mendidik yaitu: (1) model drill, model ini dalam CBI (computer based instructional) pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih konkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati yang sebenarnya, biasanya dalam bentuk latihan soal-soal; (2) model tutorial, merupakan program pembelajaran yang mendidik dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi pelajaran sebagai konteks dan program evaluasi, di mana mata pelajaran disajikan dalam unit-unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan dan respons jawaban dari komputer; (3) model simulasi, merupakan salah satu metode yang digagas dalam pembelajaran  yang mendidik yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih konkrit melalui penciptaan simulasi-simulasi dalam bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya; dan (4) model games, yang dikembangkan berdasarkan atas pembelajaran yang menyenangkan, di mana subyek didik dilibatkan secara intens pada beberapa permainan yang dalam konteksnya sering disebut instructional games. 

4.3. Pemanfaatan internet dalam pembelajaran
         Internet, singkatan dari interconection and networking merupakan jaringan informasi global, yaitu “the largest global network of computer, that enables people throughout the world to connect with each other’. Internet diluncurkan pertama kali oleh J.C.R. Licklider dari MIT (Massachusetts Institute Technology) pada bulan Agustus 1962 (Rusman, 2007). Untuk dapat menggunakan internet diperlukan komputer minimal 4 mega, harddisk yang cukup, modem berkecepatan minimal 14,400, sambungan telepon (multifungsi: telepon, facsimile, dan internet), ada program Windows.
         Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran yang mendidik digagas untuk mengkondisikan subyek didik belajar secara mandiri yaitu antara lain sebagai pengkondisian lingkungan yang memberikan kesempatan luas bagi subyek didik untuk melakukan eksplorasi dan pengkajian materi sebagai konteks, sehingga dapat memicu terjadinya perolehan dan pengintegrasian pengetahuan, penghalusan, dan perluasan pengetahuan serta penerapan pengetahuan secara bermakna, penguasaan keterampilan baik di bidang personal-sosial dan kognitif maupun di bidang psikomotorik, serta internalisasi nilai yang tampil mempribadi sebagai karakter (Raka Joni, 2007b).

C. Penutup
         Masih rendahnya mutu pendidikan di tanah air dewasa ini sehingga memicu kritik dari para pemerhati pendidikan nasional lazimnya dipandang sebagai gejala positif. Melalui kritik tersebut, kita dapat semakin dewasa dalam memikirkan dan melakukan seperangkat usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Meskipun serangkaian upaya belum membuahkan hasil terjadinya peningkatan mutu pendidikan nasional di tanah air.
         Mutu pendidikan yang rendah menimbulkan rendahnya penguasaan soft skills dan hard skills.  Di sisi lain, untuk meningkatkan daya saing bangsa pada arena nasional, regional dan global diperlukan penguasaan soft skills dan hard skills yang tangguh yang didukung kecerdasan emosional yang tinggi yang mengintegrasi ke dalam pembentukan karakter yang mempribadi, juga memiliki landasan kemampuan yang tangguh sebagai individu-warga masyarakat masa depan. Sebaliknya daya saing bangsa yang rendah, menimbulkan semakin terpuruknya kemampuan kompetitif bangsa dalam berbai bidang kehidupan. Oleh karenanya, dibutuhkan gagasan cerdas melalui pendekatan pembelajaran yang mendidik berbantuan komputer untuk menemukan solusi yang baik dalam upaya peningkatan soft skills dan hard skills yang sekaligus didukung pengintegrasian kecerdasan emosional ke dalam pembentukan dan pengembangan karakter yang mempribadi.
         Dalam perspektif kecerdasan emosional (emotional intelligence) pembelajaran  dapat dirancang sebagai  proses penciptaan lingkungan belajar yang memicu terbentuknya kematangan emosional para subyek didik melalui pelibatan interaksional guru-murid. Goleman (2006) menyatakan kecerdasan emosional individu sebagai kapasitas yang penting untuk mengatur emosinya dan untuk melakukan hubungan sosial yang positif. Gardner (2006) menyebutnya sebagai kecerdasan hubungan antar pribadi (interpersonal intelligence).
         Solusi pendekatan pembelajaran yang mendidik berbantuan komputer, dilakukan dengan prosedur: (1) Merancang program pembelajaran yang memfasilitasi penumbuhan karakter serta soft skills di samping pembentukan hard skills, baik yang terbentuk sebagai dampak langsung dari tindakan pembelajaran (instructional effects) maupun sebagai dampak pengiring (nurturant effects); (2) Mengimplementasikan program pembelajaran dengan kewaspadaan penuh (informed responsiveness) terhadap peluang untuk menerjadikan optimasi antara pemanfaatan dampak instruksional dan dampak pengiring pembelajaran yang dibingkai dengan wawasan kependidikan sebagai asas pengendali (principles of reaction) untuk mencapai tujuan utuh pendidikan; (3) Mengakses hasil dan proses pembelajaran yang tercapai baik sebagai dampak langsung maupun dampak pengiring proses pembelajaran dalam konteks tujuan utuh pendidikan; dan (4) memanfaatkan hasil asesmen terhadap proses dan hasil pembelajaran itu untuk perbaikan pengelolaan pembelajaran secara berkelanjutan.
         Penggunaan media komputer dalam praksis pembelajaran yang mendidik pada satuan pendidikan, dimaksudkan untuk membantu upaya mewujudkan efisiensi dan efektivitas praksis pembelajaran. Media komputer yang digagas antara lain dalam bentuk: multimedia presentasi, multimedia interaktif, dan pemanfaatan internet. Multimedia presentasi merupakan pengolahan dan pengkajian bahan presentasi berupa materi pelajaran sebagai konteks, dengan menggunakan komputer yang dipresentasikan dengan menggunakan alat presentasi digital seperti LCD, In-Fokus dan melalui peralatan proyeksi lainnya seperti over head projector (OHP) dan film slides projector. Multimedia interaktif merupakan suatu media pembelajaran berbasis komputer, yang memiliki empat unsur yaitu sound, animasi, vidio, teks dan grafis. Sedangkan penggunaan internet dalam praksis pembelajaran yang mendidik akan memberikan peluang luas pada peserta didik untuk melakukan eksplorasi dalam pengkajian dan pengintegrasian pengetahuan, penghalusan dan perluasan pengetahuan serta penerapan pengetahuan secara bermakna serta penguasaan keterampilan baik di bidang personal-sosial, kognitif, dan psikomotorik.
         Berdasarkan uraian di atas, maka pada akhir bahasan ini penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1). Pembelajaran  yang  mendidik  adalah  suatu pembelajaran yang dirancang dengan menyediakan lingkungan pembelajaran yang memfasilitasi pembentukan kemampuan subyek didik yang utuh. Guru memilah antara kemampuan subyek didik yang terbentuk sebagai hasil langsung pembelajaran (instructional effects), dengan kemampuan subyek didik termasuk sikap yang terbentuk sebagai dampak yang mengiringi akumulasi pengalaman belajarnya  (nurturant effects). 
2). Pembelajaran yang mendidik berbantuan komputer dari perspektif kecerdasan emosional, menempatkan komputer sebagai media pembelajarannya, untuk membantu terwujudnya tujuan utuh pendidikan yang diejawantahkan pada tercapainya peningkatan soft skills dan hard skills subyek didik serta pelibatan kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang terintegrasi ke dalam pembentukan dan pengembangan karakter yang kuat serta pada saat yang sama dilandasi kemampuan yang tangguh sebagai daya saing tinggi pada tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
3). Untuk mengetahui  tingkat keberhasilan implementasi  pembelajaran  yang mendidik di sekolah-sekolah, dapat dilakukan melalui program asesmen secara komprehensif yang berkelanjutan yang ketercapaiannya diusulkan didasarkan pada tiga kriteria yaitu: (1) terwujudnya iklim belajar yang kondusif, (2) berlangsungnya proses dan evaluasi pembelajaran dalam situasi taat kaidah akademik, dan (3) terwujudnya kemandirian subyek didik yang mempribadi.











DAFTAR PUSTAKA
         
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dorrell, J. 1993. Resource-Based Learning: Using Open and Flexible Learning Resources for Continuous Development. New York: McGraw-Hill Book Company.

Gardner, H. 1993. Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books.

Gardner, H. 2006. Multiple Intelligences: New Horizons. New York: Basic Books.

Goleman, D. 2006. Social Intelligence: The New Science of Human Relationships. New York: Bantam Books.

Gottman, J., and DeClaire, J. 1997. The Heart of Parenting. Alih Bahasa oleh T. Hermaya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 

Gsianturi. 2003. Benarkah Kualitas Manusia Indonesia Rendah?. Indonesian Nutrition Network.  http://gizi.net, diakses tanggal 1 Januari 2008 pukul 11.15 WIB.

H.A.R. Tilaar. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional (Suatu Tinjauan Kritis). Jakarta: Rineka Cipta.

Jogiyanto. 2005. Pengenalan Komputer (Dasar Komputer, Pemrograman, Sistem Informasi, dan Inteligensi Buatan). Yogyakarta: Andi.

Joyce, B & M. Weil. 1972. Models of Teaching. New York: Printice-Hall.

M. Joko Susilo. 2007. Pembodohan Siswa Tersistematis. Yogyakarta: Pinus Book Publiser.

Michael A. Purwoadi dan Wenwen Ruswendi. 2005. Kutahu: Prototipe Perangkat Lunak Pendukung Pembelajaran Melalui Jaringan Elektronik. Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia ITB, 3-4 Mei 2005.

Raka Joni, T. 1983. Cara Belajar Siswa Aktif, Wawasan Kependidikan, dan Pembaharuan Pendidikan Guru. Pidato diucapkan pada peresmian penerimaan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.

Raka Joni, T. 2005a. Pembelajaran yang Mendidik. Jurnal Ilmu Pendidikan. Edisi Juni, Halaman 91-127. Malang: LPTK dan ISPI.

Raka Joni, T. 2005b. Pembelajaran Yang Mendidik: Artikulasi Konseptual, Terapan Kontekstual, dan Verifikasi Empirik. Makalah Seminar Paradigma Pembelajaran Yang Mendidik tanggal 28 Mei 2005 di PPS Universitas Negeri Malang.

Raka Joni, T. 2006a.  Standar Pendidik: Sosok Utuh Kompetensi Profesional Guru. Dalam Naskah Akademik: Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Raka Joni, T. 2006b. Prospek Implementasi Kebijakan Sertifikasi: Kecelakaan Fatal dalam RPP Guru. Makalah Seminar Implementasi UU Guru dan Dosen Serta Implikasinya Terdadap Peningkatan Kualitas Pendidikan Guru Rabu, 26 Juli 2006. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Raka Joni, T. 2007a. Prospek Pendidikan Profesional Di Bawah Naungan UU No. 14 Tahun 2005 (Suatu Kajian Akademik). Dipaparkan dalam Rembuk Nasional Revitalisasi Pendidikan Profesional Guru 17 November 2007 di Universitas Negeri Malang.

Raka Joni, T. 2007b. Psikologi Pendidikan Lanjut (DIP-711). Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Raka Joni, T. 2007c. Wawasan Makro Pendidikan DIP 721. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Rusman, 2007. Komputer Sebagai Media Pembelajaran. http://geocities.com, diakses tanggal 8 Januari 2008 pukul 14.16 WIB.

Surat Edaran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Jawa Timur Nomor 11/Org/Prov/XIX/2006 tentang Informasi Aktual Organisasi. Surabaya: Sekretariat Pengurus Daerah PGRI Provinsi Jawa Timur.

Syaad Padmanthara. 2007. Pembelajaran Berbantuan Komputer dan Manfaat Media Pembelajaran. http://syaad.com/wp-login.php, diakses tanggal 8 Januari 2008 pukul 14.11 WIB.
UNDP. 2005. Statistics in the Human Development Report.  http://hdr.undp.org, diakses tanggal 31 Desember 2007 pukul 19.00WIB.

UNDP. 2006. Statistics in the Human Development Report. www.hdr.undp.org, diakses tanggal 31 Desember 2007 pukul 18.45 WIB.



Post a Comment for "Meningkatkan Kompetensi Siswa Melalui Kecerdasan Emosional Berbasis Scientific"