Jati Diri PGRI dan Kompetensi Guru
Jati Diri PGRI dan Kompetensi Guru
Oleh:
Ardiyansah Yuliniar Firdaus
Guru SDN Sen Asen 1 Konang - Bangkalan
Calon Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri
Surabaya
Abstrak
:
PGRI sebagai organisasi profesi berperan penting meningkatkan
kompetensi guru dalam memikul tanggung jawab utama dalam
transformasi ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni peserta didik. Guru yang menduduki garda depan pendidikan berkewajiban menunjukkan
ketidaktahuan peserta menjadi tahu, dari ketergantungan
menjadi mandiri, dari tidak terampil manjadi terampil, dengan metode-metode
pembelajaran bukan lagi mempersiapkan peserta didik yang pasif, melainkan
peserta didik berpengetahuan yang senantiasa mampu menyerap dan menyesuaikan diri
dengan informasi baru dengan berfikir, bertanya, menggali, mencipta dan
mengembangkan cara-cara tertentu dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kehidupannya. Jati diri PGRI adalah cikal bakal profesionalitas seorang
guru, apabila mampu dicermati, dimaknai dan diimplementasikan ke dalam dunia nyata
pembelajaran.
Kata kunci : Jati diri PGRI, Profesional, Kompetensi
Guru dalam proses pembelajaran
di kelas dipandang dapat memainkan peran penting terutama dalam membantu
peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa
ingin tahu, mendorong kemandirian dan ketepatan logika intelektual, serta
menciptakan kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar.
Dimasa pendudukan
Kolonial Belanda organisasi Guru dikuasai pemerintah Kolonial kemerdekaan
berserikat dan mengeluarkan pendapat benar benar dibatasi. Lalu ada gagasan
untuk memperjuangkan nasib bangsa Indonesia akan kemerdekaan dan usaha
meningkatkan kesejahteraan kaum guru maka lalu berdiri berbagai organisasi guru
meski merekan berjuang sendiri-sendiri sesuai dengan misi, golongan dan wilayah
masing-masing, dan merekapun tidak lepas dari pengaruh pemerintah Kolonial.
Tahun 1932 para guru
mulai berani memunculkan nama Indonesia yang masih dianggap tabu oleh
pemerintah Kolonial, tetapi mereka tidak gentar menyatukan organisasi guru yang
ada seperti Persatuan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Bantu (PGB) Persatuan
Guru Katholik, Persatuan Guru Kristen dan organisasi guru kebangsaan yang lain
membentuk Persatuan Guru Intonesia (PGI) meski kegiatannya masih dibatasi
tetapi organisasi ini sudah jauh lebih berani dan pada tanggal 24-
25 November 1945 diselenggarakan Kongres Guru pertama di Indonesia yang
akhirnya sepakat membentuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di
Surakarta. Peristiwa ini terjadi 100
hari setelah Indonesia merdeka. Karena PGRI disyahkan pada tanggal 25 November
1945 maka setiap tanggal 25 November diperingati sebagai hari Ulang Tahun atau
Lahirnya PGRI. PGRI didirikan oleh para guru yang masih aktih, pensiunan guru
dan pengawaikementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PPK).
Jati diri PGRI adalah
Organisasi Profesi, Organisasi Perjuangan dan Organisasi ketenagakerjaan
sedangkan sifatnya adalah Unitaristik, Independen dan Non Politik praktis
Keanggotaan PGRI bersifat Stelsel aktif yang meliputi anggota biasa, anggota
luar biasa dan anggota kehormatan. Visi PGRI adalah Mewujudkan PGRI
sebagai organisasi yang dinamis, mandiri, berwibawa dicintai oleh anggota
disegani oleh masyarakat diakui oleh masyarakat.
Misi PGRI adalah :
·
mewujudkan cita-cita proklamasi.
·
mensukseskan pembangunan nasional,
·
memajukan pendidikan nasional,
·
meningkatkan kesejahteraan guru,
·
meningkatkan profesionalitas guru
Jati diri PGRI adalah
landasan filosofi yang menjadi norma dalam pola pikir, sikap, perbuatan dan
tindakan, serta bersifat mengikat dan ditaati oleh para anggotanya. Jati diri
PGRI adalah perwujudan dari sifat-sifat khas PGRI yang tampak dalam nilai-nilai
dalam sikap perbuatan, tindakan,
perjuangan, dan profesi analisasi yang didasarkan kepada falsafah negara
pancasila serta jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia adalah: ciri-ciri, gambaran atau suatu benda, identitas. “ inti,
jiwa dan daya gerak dari dalam, spritualisasi”. Jati diri PGRI adalah identitas
organisasi guru yang diwujudkan oleh PGRI sebagai pribadi, sebagai warga Negara
dan sebagai tenaga profesi. Arti Jati diri pada hakekatnya adalah landasan
filosofis yang menjadi norma
dalam pola pikir, sikap perbuatan dan
tindakan bersifat mengikat serta ditaati oleh para anggotanya.
Jati diri PGRI adalah
perwujudan dari sifat-sifat yang khas
PGRI, tampak dalam nilai-nilai, pola pikir, sikap perbuatan, tindakan,
perjuangan dan profesionalisasi, didasarkan pada falsafah negara Pancasila, UUD
1945, serta jiwa dan semangat dan nilai-nilai 1945.
CIRI JATI DIRI PGRI :
1)
NASIONALISME, artinya PGRI mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa yang merupakan modal dasar utk mencapai cita—cita
Proklamasi. Dalam hal ini PGRI mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai
modal dasar dengan memupuk sikap dan sifat patriotisme. sebagai jiwa dan
semangat PGRI dalam melaksanakan misinya.
2)
DEMOKRASI, artinya PGRI adalah organisasi yang demokratis.
Kedaulatan tertinggi organisasi berada di tangan anggota. Tiap anggota PGRI
mempunyai kasamaan hak, kewajiban dan kebebasan mengeluarkan pendapat.
3)
KEMITRAAN, artinya organisasi PGRI sebagai organisasi
pejuang pendidik dan pendidik pejuang membela hak dan nasib pekerja pada
umumnya dan guru padakhususnya.
4)
PGRI sebagai organisasi pejuang pendidik dan pendidik
pejuang selalu berusaha menjalin mengembangkan kemitraan dalam bentuk
kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak baik secara nasional
atauinternasional.
5)
UNITARISME, artinya PGRI adalah satu-satunya wadah bagi guru
Indonesiat anpa membedakan latar belakang, tingkat dan jenis pendidikan, tempat
lingk kerja.
6)
Dalam organisasi PGRI, semua guru dapat menjadi anggota
dengan tidak membedakan latar belakang, tingkat dan jenis kelamin, status,
asal-usul, serta adat istiadat. Karena unitarisme berarti suatu bentuk
kesatuan.
7)
PROFESIONALISME, artinya mengutamakan karya dan kekaryaan
dalam mempertinggi kesadaran, sikap, mutu dan kemampuan profesionalnya.
8)
PGRI mengutamakan karya dan kekayaan dalam mempertinggi
kesadaran,sikap, mutu, dan kemampuan profesionalisme di kalangan siswa.
9)
KEKELUARGAAN, artinya PGRI menumbuhkan, mengembangkan rasa
senasib dan sepenganggungan, memiliki jiwa gotong royong, saling asih, asih
serta asuh antara sesama anggota
10) PGRI menumbuhkan,
mengembangkan rasa senasib dan sepenanggungan, memiliki jiwa gotong royong,
saling asah, asih serta asuh antar sesama anggota.
11) KEMANDIRIAN artinya
bahwa dalam melaksanakan misi PGRI bertumpu pada kepercayaan dan kemampuan diri
sendiri, tanpa terikat dan ketergantungan pihak lain.
12) Dalam melaksanakan
tugasnya, PGRI bertumpu pada kepercayaan, dankemampuan diri sendiri, tanpa ketergantungan
dengan pihak lain.
NON PARTAI, artinya
bahwa PGRI tidak mempunyai hub organisasi dengan kekuatan social politik
manapun. PGRI tidak menganut suatu paham politik tertentu, tidak menjadi
bagian dari partai politik apapun dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan
politik.
Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) ditegaskan bahwa pendidik (guru) harus memiliki kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini. Arahan normatif tersebut yang menyatakan bahwa guru sebagai agen
pembelajaran menunjukkan pada harapan, bahwa guru merupakan pihak pertama yang
paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta
didik.
Di negara kita, bukan
rahasia lagi bahwa masyarakat mempunyai harapan yang berlebih terhadap guru.
Keberhasilan atau kegagalan sekolah sering dialamatkan kepada guru. Justifikasi
masyarakat tersebut dapat dimengerti karena guru adalah sumber daya yang
aktif, sedangkan sumber daya-sumber daya yang lain adalah pasif.
Oleh karena itu,
sebaik-baiknya kurikulum, fasilitas, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi
jika kualitas gurunya rendah maka sulit untuk mendapatkan hasil pendidikan yang
bermutu tinggi. Kajian tentang kinerja dan kompetensi guru masih merupakan hal
penting untuk dibahas di dalam tulisan ini, yang hasilnya dapat dijadikan
sebagai dasar (legal aspect) dalam upaya perancangan dan pengembangan kinerja
dan kompetensi guru dalam pembelajaran.
A.
PENGERTIAN KOMPETENSI GURU
Majid
(2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai
guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang
tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah
(2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau
kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Robbins
(2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas
seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu
faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan
fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan. Spencer & Spencer
(1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an
individual that is causally related to criterion-reference effective and/or
superior performance in a job or situation”.
Jadi
kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria
efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya
Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan
melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan
jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan
atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena
kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik
atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.
Muhaimin
(2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh
tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap
mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen
harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan
bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan
baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas
(2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut
Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang,
atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah,
dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.
Jadi
kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan
guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional
adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas
kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
B.
DIMENSI-DIMENSI KOMPETENSI GURU
Menurut
Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1)
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
1.
KOMPETENSI PEDAGOGI
Dalam
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan
kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi
pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau
mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
a.
Kompetensi Menyusun
Rencana Pembelajaran
Menurut
Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup
kemampuan:
1)
merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,
2)
merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,
3)
merencanakan pengelolaan kelas,
4)
merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan
5)
merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran.
Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1)
mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir
materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan
sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun
perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu
mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar
mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa
selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan
deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai
media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.
b.
Kompetensi
Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan
proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun.
Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan
dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat,
apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah
kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada
tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang
siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya:
prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode
mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini (1992:13)
mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode
belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan
pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan
pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai
metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Hal
serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus
dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan:
(1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2)
mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode
yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5)
menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan
layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8)
melaksanakan hasil penilaian belajar.
Dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam
menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis,
sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan
efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan
kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap
perubahan perilaku siswa.
Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi
(1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode,
(4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6)
memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa
secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik,
(11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan
dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan
dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan
proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat
menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.
c.
Kompetensi
Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut
Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk
mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah
disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan
betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai
maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Commite
dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan
pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan
merugikan pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar
mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat
pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil
belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan
penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus
dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga
dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.
Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik,
meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran, (2) mampu
memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak
valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil
penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu
membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu menentukan
korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat
variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil
penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut
hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu
mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu
melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut,
dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil
penilaian. Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari
indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3)
kemampuan melakukan penilaian.
2.
KOMPETENSI KEPRIBADIAN
Guru
sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan
memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga
guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan
belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah
(2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan
apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah
akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama
bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang
mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik
kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya
adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir
yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi
tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan
berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan
terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan
pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi
kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut
kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi
seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik.
Kompetensi
personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri,
penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat
(2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education,
mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat
baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan
tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki
apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap
pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati,
terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi.
Johnson
sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru,
mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya
sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup
ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan
bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal
mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber
inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian
di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan
(2) keteladanan.
3.
KOMPETENSI PROFESIONAL
Menurut
Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional
adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya
(2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi
profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan
bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan
tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat
(2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education,
mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1)
mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis,
dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat
perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau
bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan
metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan
media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan
melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan
(8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.
Johnson
sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup
(1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus
diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2)
penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan,
(3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru
memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang
studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai
konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya
dalam proses belajar mengajar.
Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1) pengembangan profesi,
pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi
meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi
melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya
ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5)
menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis
modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action
research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media,
(12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14)
mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan
kurikulum.
Pemahaman
wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan
dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4)
memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan
dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan
keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian akademik
meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3)
menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan
siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari
indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian
dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4)
pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.
4.
KOMPETENSI SOSIAL
Guru
yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai
tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam
proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial
adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan
efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah
kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan
orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi
sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
Gumelar
dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau
kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam
menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran
sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif
kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan
kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik
sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam
melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3)
mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan
kemajuan pendidikan.
Johnson
sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup
kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar
pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan
kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik
dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan
dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru
tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru
dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi
guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Moch. Idochi. (2004). Administrasi Pendidikan
dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi (1993). Manajemen Pengajaran
Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Majid, Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran:
Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhaimin (2004). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Musaheri. 2007 Pengantar Pendidikan Jogjakarta. IRCISOD.
2007 . ke PGRI an. Jogjakarta. Diva press
Mulyasa, E., (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Robbins, Stephen P., (2001), Organizational Behavior,
New Jersey: Pearson Education International.
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru
Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wirawan. (2002). Profesi dan Standar Evaluasi.
Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia & UHAMKA Press.
Yutmini, Sri. (1992). Strategi Belajar Mengajar.
Surakarta: FKIP UNS.
very good, ardik
ReplyDelete