Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jalan Surgaku

Suara tangis bayi memecah kesunyian pagi yang dingin menusuk tulang. Bayi perempuan yang mungil telah lahir di dunia ini. Peristiwa yang sudah dinanti-nantikan ini membawa kebahagiaan yang membuncah bagi keluarga kecil tersebut. Kebahagiaan terpancar diraut wajah mereka. Seluruh kasih sayang ia curahkan untuk sang putri kecil.

sumber gambar ilustrasi: https://jogjascrummy.com/

Setelah 40 hari kelahiran putrinya ia mendapati sang putri memiliki tanda lahir dibibir. Cuaca kota Malang yang dingin membuat bibir sang putri membengkak. Kegelisahan menyelimuti hari-harinya. Apa gerangan yang menyebabkan putri kecilnya sering menangis. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa putri kecilnya ke rumah sakit. 

Rumah sakit Soepraun adalah rumah sakit tentara terbesar di Jawa Timur. Lorong-lorong rumah sakit yang panjang dilalui sambil menggendong putri kecilnya. Derap langkah kakinya diiringi rasa kalut yang tak menentu. 

Semua prosedur kesehatan yang rumit dan melelahkan dijalani dengan penuh harap. Ya.. harapan kabar baik dari sang dokter semoga putri kecilnya baik-baik saja. 

Jantungnya berdegup dengan kencang tak sabar mendengar penjelasan dokter tentang hasil pemeriksaan hari ini. "Bagaimana dok, apakah anak saya baik-baik saja ?" . Tanyanya memecah keheningan saat itu. " Ibu tenang saja putri ibu baik-baik saja. Adik menderita Hemangioma". Jawab dokter sambil berusaha menenangkannya. Matanya terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak ia sangat terkejut dengan apa yang baru didengarnya. "Hemangioma.. apa itu dok ? apakah berbahaya ?" tanyanya dengan suara bergetar. "Tidak bu penyakit ini tidak berbahaya. Hemangioma adalah pembuluh darah yang melebar dan membeku. Jadi ibu tidak perlu khawatir" . "Lalu apa yang harus saya lakukan dok ? bagaimana cara mengobatinya ?" . Berbagai pertanyaan menggebu-gebu terlontar dari bibirnya. "Tenang bu semua akan baik-baik saja. Satu-satunya cara penyembuhan adalah tindakan operasi" . Bagai disambar petir disiang bolong, semua pertahanan yang dimilikinya pun runtuh. Sambil memandang bayi mungil didekapannya air mata menetes membasahi pipinya. Hati dan pikirannya berkecamuk. Entah apa yang harus ia lakukan. " Ya Allah.. apa yang harus saya lakukan dok ? kapan bisa dioperasi ?" . Sambil tersenyum sang dokter menjelaskan banyak hal. "Operasi hanya bisa dilakukan ketika anak ibu sudah berusia 5 tahun. Dan untuk saat ini ibu harus menjaga supaya bagian bibir anak ibu tidak terluka. Karena apabila terjadi luka maka darah yang keluar akan sulit dihentikan" . Ia mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. "Baik dok, terima kasih" . Dengan langkah gontai ia menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Hati ibu mana yang tak hancur ketika mendengar putrinya harus dioperasi. Bayi mungil digendongannya pun menangis seakan tau bila sang ibu sedang bersedih. "Kenapa sayang.. adik baik-baik saja.. adik pasti sembuh, jangan takut ya ada mama disini.. mama sayang sama adik" . Ia berusaha menenangkan putri kecilnya. 

Sesampainya dirumah ia menumpahkan semua keluh kesahnya pada sang khalik pemilik seluruh jagad raya. "Ya Allah berilah hamba kekuatan  untuk menghadapi semua ketentuanmu ini.. berilah kesembuhan untuk putri hamba ya Rabb.." . Hamparan sajadah menjadi saksi bisu derai air matanya yang tak terbendung lagi. Kalimat Laillahaillallah selalu mampu meredam sesak yang bergemuruh dalam dada. Mengalirkan kekuatan dalam diri nan penuh asa. Ia kembali bangkit dengan semangat baru dipandanginya sang putri sambil tersenyum penuh arti. 

Hari demi hari dilaluinya dengan senyuman. Usaha untuk menyembuhkan sang putri tak pernah berhenti. Selain berobat ke dokter jalan alternatif pun dilakukannya. "Rin di Lawang ada tabib pasiennya banyak yang sembuh, coba bawa anakmu kesana siapa tau jodoh" . Kata salah seorang tetangga. "Iya tah mbak.. Lawang mana..?" . "Nanti tak kasih alamatnya ya.." . " Iya mbak makasih lo.." . 

Selepas isya ia berangkat menuju alamat tabib yang diberikan tetangganya. Ternyata letaknya didaerah pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Ia harus menempuh jalan setapak yang berkelok-kelok. Tapi ia tetap tersenyum karena ada harapan kesembuhan untuk putri tercinta. Kerumunan orang membuatnya terkejut, ternyata antrian untuk bertemu sang tabib sangat panjang. Ia menghela nafas panjang dan menunggu giliran putrinya berobat. Akhirnya tiba juga saatnya ia dipanggil. Ia memandang sekeliling yang tampak menyeramkan. Ada seekor ular besar yang dipegang sang tabib. ia mulai mendekat ke arah tabib dengan sedikit bergidik. Dikuatkan hatinya dan semakin memantapkan langkahnya. Setelah berbincang dengan tabib ia tersentak karena untuk mengobati putrinya maka bibir putrinya harus dijilat ular besar dihadapannya. Ia takut jika terjadi sesuatu pada sang putri. Kegelisahan yang menyelimuti tidak dapat disembunyikan dari wajah cantiknya. Bagaimana jika ular itu tiba-tiba menggigit, bagaimana jika ular itu membelit putri kecilnya. Ditengah kegundahannya ia memutuskan untuk mengijinkan putri kecilnya diobati sang tabib.

Waktu terus berlalu pengobatan yang dilakukannya untuk putri kecilnya belum membuahkan hasil. Ia tak pernah putus asa, ia selalu yakin bahwa akan selalu ada secercah harapan didepan sana. Ia tau Allah akan selalu bersamanya. 

Berbagai macam metode pengobatan sudah dilakukan untuk putri tercinta. Ia menjaga sang putri yang mulai tumbuh besar dengan sangat hati-hati dan penuh kasih sayang. Sebagai seorang istri tentara ia harus siap untuk sering ditinggal sang suami bertugas keluar kota. Hari itu ia dan putri kecilnya yang berusia 1,5 tahun mengantar suami tercinta pergi bertugas ke Timor Timur. Daerah Indonesia bagian timur yang sedang berkonflik. Rasa khawatir yang menggelayuti tak mampu lagi disembunyikannya. Istri mana yang tak was-was ketika sang suami harus menjaga daerah perbatasan yang sedang berkonflik. Berita-berita di televisi selalu menampakkan betapa mencekamnya situasi di Timor Timur. Baku tembak terjadi tak kenal waktu. Para wanita, anak-anak dan orang tua berlarian menyelamatkan diri. Suara bising helikopter menghantui diatas langit rumah-rumah jerami. "Ya Allah lindungilah suamiku dalam menjalankan tugasnya.." suaranya tampak terdengar lirih. Ia melepas kepergian sang suami dengan lambaian tangan diiringi derai air mata. Didekap erat putri kecilnya yang juga melambaikan tangan kepada sang papa. "Doakan papa cepat pulang dengan selamat ya dik.." . Dikecupnya kening sang putri sambil tersenyum.

Sore itu ia menemani putri kecilnya bermain di halaman dengan beberapa anak tetangga. Putrinya yang berumur 3 tahun itu sangat bahagia bermain petak umpet dengan teman-temannya. Tiba-tiba bruk putrinya terjatuh dan menangis. Ia langsung berlari menghampiri sang putri. Kepalanya seketika pening melihat darah segar yang mengucur dari bibir putrinya. Ia coba menghentikan perdarahan itu namun sia-sia. Putrinya terus menangis dan darah semakin banyak mengucur. Ditengah kekalutannya ia berlari ke pusat layanan kesehatan terdekat. Ternyata perawat juga tidak bisa melakukan banyak tindakan karena riwayat Hemangioma sang putri. Rasa khawatir berkecamuk dibatinnya. Seorang ibu yang seorang diri merawat putrinya tanpa kehadiran suami. Rasa bersalah yang tak berujung selalu menghantuinya. Akhirnya putri kecilnya dirujuk ke rumah sakit Soepraun. Dokter telah menangani luka dibibir putrinya. Dan memperingatkan untuk menjaga putrinya lebih hati-hati supaya tidak terulang kejadian serupa. 

Lorong-lorong rumah sakit masih menemaninya sepanjang waktu. Konsultasi dengan para dokter selalu ia lakukan. Karena keterbatasan dokter bedah plastik di Jawa Timur maka ia pun pergi ke Jakarta untuk pengobatan putrinya.
Gemerlap lampu ibu kota memberikan harapan baru. Di kota sebesar ini pasti banyak rumah sakit besar dengan alat-alat yang canggih dan dokter-dokter hebat yang bisa menyembuhkan putrinya. Rumah sakit Gatot Soebroto menjadi tujuannya. Ia mengikuti semua prosedur kesehatan mulai dari awal. Setelah bertemu dengan dokter yang menangani putrinya ternyata hasilnya tak seperti yang diharapkan. Dokter bedah plastik di rumah sakit Gatot Soebroto sedang bertugas keluar kota dalam waktu yang lama. Ia pun kembali pulang dengan tangan hampa.

Kini putri kecilnya sudah berusia 5 tahun dan siap untuk dioperasi. Rumah sakit Soetomo menjadi pilihan karena ada dokter bedah plastik yang bisa menangani kasus Hemangioma yang diderita putrinya. Meskipun ini adalah waktu yang sudah ditunggu sejak lama tapi tetap tak bisa menghilangkan rasa khawatir dihatinya. Rasa was-was masih saja ada, takut operasi tidak berjalan dengan lancar, takut operasi tidak berhasil, dan entah apa lagi.

Shalawat menjadi obat penenangnya. Ia menunggu hasil operasi dengan terus bershalawat. Operasi pun selesai,  dengan berlinang air mata ditatapnya putri kecilnya yang masih belum siuman. Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar dengan hasil yang memuaskan. Senyum manis menghiasi wajah cantiknya yang sempat layu oleh kekhawatiran. Kebahagiaan pun menghampiri keluarga kecil ini.

Isrin Endang Susilowati adalah nama yang telah terpatri dihatiku. Siluet wajahnya masih lekat dalam ingatanku.wanita yang kupanggil mama ini adalah sosok ibu rumah tangga yang gigih berjuang untuk keluarga. Kasih sayangnya tak bisa dibandingkan dengan intan berlian yang menggunung. 

Maaf jika aku belum bisa membahagiakanmu
Maaf jika aku belum bisa membanggakanmu
Mama adalah bintang yang bersinar dalam mimpi-mimpiku
Mama adalah jalan surgaku
Semoga Allah menempatkan mama di surgaNya nanti
Amin..



4 comments for "Jalan Surgaku"

  1. Putri kecilnya itu bernama Ira Mega Maharani yang juga telah jadi mama yang hebat buat anak- anaknya, juga wanita karir yang sukses yang membanggakan mamanya.

    ReplyDelete
  2. Luar biasa kisahnya. Mengharu biru..lanjutkan menulis...keren.

    ReplyDelete
  3. Subhanallah, kweereeenn habis,kisah yg menginspirasi

    ReplyDelete

Komentar/ informasi anda sangat kami butuhkan